Mataram (NTB Satu) – Aliansi Anti Kekerasan Seksual (Alaska) berencana menggedor Polda NTB terkait kasus dugaan kekeresan seksual terhadap sejumlah mahasiswi di Universitas Mataram (Unram).
Ketua Alaska, Zuhaeri mengatakan, pihaknya menuntut Polda NTB segera menindaklanjuti kasus tersebut. Terlebih korbannya cukup banyak yaitu sekitar 10 orang .
“Polda NTB harus serius menyikapi kasus ini. Kekerasan seksual ini kasus sensitif,” katanya kepada ntbsatu.com.
Zuhaeri mengaku, telah berkoordinasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Unram. Kemudian Satgas Anti Kekerasan Seksual, Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan sejumlah dosen.
“Insya Allah kami akan melaksanakan aksi lanjutan pada 16 Maret mendatang,” jelas akademisi Fakultas Hukum Unram tersebut.
Sebelumnya, mahasiswa dan dosen Unram pernah menggedor Polda NTB pada Desember 2022 lalu. Pasca aksi pertama, massa aksi memberikan waktu seminggu kepada Polda untuk menindaklanjuti kasus itu. Namun, hingga sekarang kasus tersebut tak kunjung tuntas.
Sebelumnya Zuhaeri menilai, dalam dugaan kasus pelecehan seksual ini, Polda tidak berpihak kepada korban. Alasannya, karena Polda NTB tak merespons baik berkas laporan yang ada.
“Kasus ini berhenti sebelum naik penyidikan,” ungkapnya.
Padahal dalam kasus ini, Polda telah menetapkan satu orang sebagai tersangka. Selain itu, terduga pelaku juga mengakui perbuatannya.
Zuhaeri menegaskan, pihaknya akan mengawal kasus kekerasan seksual ini hingga selesai.
Sebelumnya, Polda NTB menghentikan penanganan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi pada Desember 2022 lalu. Alasannya, korban telah mencabut laporannya di kepolisian.
Selain itu, penyidik juga tidak menemukan adanya unsur pidana dalam kasus yang korbannya sekitar 10 orang tersebut.
“Dari hasil gelar perkara, disimpulkan penanganan kasusnya tidak dilanjutkan lagi atau dihentikan,” kata Humas Polda NTB Komisaris Besar, Artanto pada Rabu, 7 Desember 2022 lalu.
Ntbsatu.com juga sudah berupaya menghubungi Plh Kabid Humas Polda NTB, Kombespol Lalu Muhammad Iwan Mahardan melalui WhatsApp beberapa waktu lalu. Namun, belum ada jawaban terkait dengan penghentian kasus tersebut.
Menurut Zuhaeri, korban mencabut laporannya karena menganggap proses pihak kepolisian terlalu lama. “Itu yang menyebabkan korban enggan melanjutkan kasus tersebut,” jelasnya.
Terkait alasan tidak menemukan aspek pidana, Zuhaeri membantah bahwa peristiwa ini bukan delik biasa, namun delik biasa. Meskipun Polda NTB mencabut laporan tetap tidak bisa menggugurkan aspek pidana.
Sebagai informasi, korban mengajukan laporan kepolisian dengan pendampingan dari Tim Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unram.
Berdasarkan laporan tersebut, terduga pelaku berinisial AF (60) melakukan pelecehan seksual dengan modus menjanjikan korban lulus universitas.
Selain itu, AF juga menjanjikan peran pengobatan spritual, menjamin skripsi berjalan lancar, dan mengaku bekerja magang di notaris.
Berdasarkan keterangan itu juga, FA menjalankan aksinya kepada 10 korban periode Oktober 2021 hingga Maret 2022. (KHN)