Daerah NTBHukrimLombok Barat

KPK Wanti-wanti Koperasi Tambang di NTB, Dilarang Legalkan Kawasan yang Disegel

Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti jangan sampai ada konflik kepentingan di belakang wacana koperasi tambang di NTB.

“Sekali lagi, jangan sampai di balik ini ada konflik kepentingan. Kita kembali ke aturan,” kata Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, Senin 1 September 2025.

Ia mengajak masyarakat secara umum mengawal bagaimana sistem kerja koperasi tambang tersebut. Termasuk siapa di balik operasi dan siapa saja yang mengelolanya hutan. Titik itu bertempat di wilayah Sekotong, Lombok Barat.

Menurutnya, kawasan dengan penghasilan Rp1 triliun tersebut tidak boleh masuk dalam wilayah pertambangan rakyat (WPR). 

“Jangan sampai melegalkan ini. Beda. Itu kawasan hutan. Bukan masuk WPR. Nggak bisa melegalkan,” tegasnya mengingatkan.

IKLAN

Sebagai informasi, KPK bersama Kementerian Lingkungan Hidup RI, Jumat 4 Oktober 2024 lalu menyegel blok tambang ilegal di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong Lombok Barat. Penyegelan itu lantaran kawasan tersebut masuk kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Taati Ketentuan Lingkungan

Sementara, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Wirawan Ahmad, menjelaskan, tambang rakyat merupakan amanat dari regulasi nasional. Yaitu Undang-Undang Minerba, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010. Kemudian Peraturan Daerah NTB Nomor 2 Tahun 2024. 

“Ada Jaminan regulasi UU Minerba, PP 55, dan Perda NTB nomor 2 tahun 2024 sudah jelas diatur tentang retribusi termasuk IPR itu kepada koperasi dan perorangan,” ujar Wirawan, Senin, 14 Juli 2025.

Ia menegaskan, penerbitan 16 izin pertambangan rakyat sudah melalui tahapan prosedur. Mulai dari penetapan blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Kementerian ESDM. Hingga terbitnya dokumen pengelolaan yang menjadi dasar operasional tambang.

“Tahapannya sudah jelas sesuai regulasi, dan tahapan yang paling baru dari kementerian setelah terbitnya penetapan 16 blok WPR. Kemudian sudah terbit dokumen pengelolaannya,” ungkapnya.

IKLAN

Saat ini, pemerintah provinsi tengah menyusun dokumen reklamasi dan pasca tambang secara paralel. Bersamaan dengan revisi peraturan daerah yang akan memperkuat legitimasi pungutan iuran pertambangan rakyat. 

Setelah itu, pemerintah akan mengumumkan koordinat wilayah tambang, melengkapi dokumen lingkungan. Terakhir, menetapkan legalitas operasi tambang rakyat.

Wirawan menegaskan, segala kekhawatiran terhadap risiko lingkungan seharusnya tidak perlu terjadi jika seluruh penyusunan dokumen implementasinya benar. Bukan sekadar formalitas di atas kertas. (*)

Berita Terkait

Back to top button