OpiniWARGA

Menguji Janji Gubernur: Mampukah NTB Mengubah RPJMD Jadi Lompatan Sejarah?

Catatan Kritis Pansus: Tantangan di Balik Optimisme

Di balik tepuk tangan pengesahan RPJMD, Pansus DPRD NTB menyalakan lampu kuning: optimisme berlebihan bisa menumpulkan kewaspadaan. Catatan strategis yang mereka berikan bukan sekadar “tambahan catatan kaki” dalam dokumen perencanaan, melainkan peringatan dini bahwa jalur menuju visi “NTB Makmur Mendunia” Terjal dan Penuh Jebakan.

Pertama, exit strategy pasca tambang. NTB pernah mabuk tambang, dan kini mulai sadar bahwa lubang-lubang bekas eksploitasi bisa menjadi monumen kegagalan jika tak segera dikelola. Tanpa rencana pemulihan yang jelas, wilayah bekas tambang hanya akan menyisakan kerusakan ekologis dan trauma sosial. Di sini, pemerintah harus membuktikan bahwa ekonomi biru dan hijau bukan jargon kampanye, melainkan arah kebijakan yang nyata.

Kedua, inklusi sosial bukan sekadar slogan. Meniadakan sekat gender, memberi ruang bagi penyandang disabilitas, dan menjamin akses pendidikan serta kesehatan untuk semua bukan hanya urusan moral, tetapi juga investasi sosial. Gagal membangun inklusi berarti membiarkan sebagian warga NTB tetap menjadi penonton di panggung pembangunan.

Ketiga, penguatan kelembagaan dan instrumen eksekusi. Pansus mendorong pembentukan Center of Excellence (CoE) Agromaritim, Task Force khusus, dan peta investasi digital. Semua ini terdengar progresif, tetapi tanpa kepemimpinan yang kuat, anggaran yang cukup, dan mekanisme akuntabilitas, inisiatif tersebut bisa mati di meja birokrasi.

Keempat, integrasi sumber pendanaan. RPJMD akan runtuh jika hanya bergantung pada APBD yang terbatas. Pansus menekankan perlunya kombinasi APBN, dana desa, KPBU, hingga investasi swasta. Namun, tantangan terbesarnya adalah memastikan investasi yang masuk tidak sekadar “mengambil untung” lalu pergi, melainkan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat lokal dan ramah lingkungan.

IKLAN

Catatan-catatan ini bukan untuk melemahkan semangat, melainkan untuk menguji kesiapan pemerintah menghadapi kenyataan. Optimisme tanpa mitigasi risiko adalah resep kegagalan. Jika Gubernur dan jajarannya mengabaikan peringatan ini, RPJMD berisiko menjadi “Dokumen Cantik” yang akan dilupakan begitu masa jabatan berakhir.

Dari Dokumen Menjadi Aksi: Syarat Lompatan Sejarah

Ada tiga prasyarat jika RPJMD ingin menjadi lompatan sejarah, bukan sekadar dokumen pajangan:

  1. Kepemimpinan Berbasis Eksekusi – Gubernur dan jajarannya harus menjadi chief execution officer, bukan hanya chief visionary officer. Retorika harus diimbangi dengan target terukur dan mekanisme evaluasi ketat.
  2. Keterlibatan Profesional – Pelibatan akademisi, pelaku industri, dan masyarakat sipil mutlak untuk menghindari bias internal pemerintah.
  3. Transparansi dan Akuntabilitas Publik – Publik harus bisa mengakses perkembangan capaian RPJMD secara real time, agar janji-janji tidak lenyap di balik angka statistik yang dipoles.

Penutup: Ujian Dimulai Sekarang

RPJMD 2025–2029 adalah janji besar. Ia memuat potensi untuk mengubah struktur ekonomi NTB, mengangkat kesejahteraan rakyat, dan menempatkan provinsi ini di peta global. Tetapi janji hanya akan menjadi sejarah jika diuji oleh kerja keras, keberanian mengambil keputusan, dan konsistensi kebijakan. Gubernur kini berdiri di titik krusial: apakah akan dikenang sebagai pemimpin yang menulis sejarah, atau sekadar menambah satu bab dalam daftar panjang rencana yang tak tuntas? Wallahualambissawab. (*)

Laman sebelumnya 1 2 3

Berita Terkait

Back to top button