Daerah NTBPemerintahan

Fitra NTB Temukan Pergeseran Anggaran BTT Tak Wajar di APBD NTB 2025

Mataram (NTBSatu) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, menemukan sejumlah catatan terhadap pengelolaan anggaran oleh Pemprov NTB pada tahun 2025. Terutama pada pergeseran anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).

Semula, Pemprov NTB mengalokasikan BTT pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni 2025 sebesar Rp500 miliar. Saat itu, masih kepemimpinan PJ Gubernur Hassanudin.

“Tapi saya tidak melihat ada kebutuhan yang besar saat itu. Seperti bencana gempa, tsunami atau banjir bandang,” ungkap Direktur Fitra NTB, Ramli, Sabtu 6 September 2025.

Kemudian, setelah era kepemimpinan definitif Iqbal-Dinda, anggaran tersebut digeser peruntukannya melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) ditetapkan pada 28 Mei 2025 lalu.

“Jadi, ini sudah keluar dari kolam rencana pemanfaatan awal untuk situasi kontigensi,” ujar Ramli.

IKLAN

Pada pergeseran pertama, anggaran BTT digeser sebesar Rp130 miliar. Selanjutnya, pada pergeseran kedua sebesar Rp210 miliar. Sehingga, tersisa anggaran BTT hanya Rp160 miliar.

Terhadap kebijakan pergeseran anggaran ini, Fitra NTB mempertanyakan peruntukkan anggaran miliaran rupiah dari BTT tersebut.

Apakah diparkir untuk pendanaan visi misi Gubernur NTB sekarang, Lalu Muhamad Iqbal. Atau untuk persiapan dukungan program Makan Bergizi Gratis.

“Justifikasi penganggarannya di awal juga tidak kita tahu, jadi belum jelas. Kita juga belum ada temuan ke mana anggaran ini digeser,” kata Ramli dalam Diskusi Ngaji Jurnalistik di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram.

Berdasarkan regulasi, pergeseran anggaran BTT ini pada dasarnya merupakan proses pemindahan alokasi dana BTT untuk membiayai keperluan darurat atau mendesak yang tidak terduga sebelumnya. Seperti bencana alam, bencana non-alam, atau kejadian luar biasa.

IKLAN

“Di perubahan kita berharap bisa digeser untuk biaya program prioritas. Sayang dana nganggur dalam jumlah besar,” ujarnya.

Ramli menegaskan, pergeseran anggaran dibolehkan karena alasan mendesak dan darurat.

Salah satunya karena kebutuhan pengeluaran yang bila tidak dilaksanakan akan berdampak luas atau mengganggu pelayanan.

Catatan Fitra NTB, pada pergeseran pertama karena penerapan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Lalu, pada pergeseran kedua karena ada pengeluaran wajib belanja pegawai dan percepatan perbaikan infrastruktur jalan.

“Jadi dari perspektif ini menurut saya sah (pergeseran anggaran). Hanya yang kita tangkap akhirnya, TAPD dan DPRD selama pembahasan tidak dilaksanakan secara baik. Harusnya kebutuhan belanja pegawai sejak awal dialokasikan,” ungkapnya.

“Termasuk pengalokasian untuk pembangunan infrastruktur prioritas bisa dilakukan pada saat pergeseran pertama,” sambungnya.

Sementara Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim belum memberikan keterangan terkait hal ini. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp belum membuahkan hasil.

Sebagai Informasi, anggaran BTT tidak digunakan dalam penanganan banjir yang menghantam Kota Mataram dan sekitarnya pada Minggu, 6 Juli 2025 lalu.

Begitu juga saat banjir bandang di Kecamatan Wera dan Ambalawi Kabupaten Bima, menyebabkan 6 orang meninggal dunia. Jembatan putus, lahan pertanian rusak, ribuan warga mengungsi. Menurut Anggota DPRD NTB Dapil VI (Kabupaten Bima, Kota Bima, Dompu) Muhammad Aminurlah, tak ada sepeserpun rehab rekon bersumber dari BTT.

Sebelumnya, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal mengakui situasi ini.

Ia menegaskan, Pemprov NTB tidak menggunakan Biaya Belanja Tak Terduga (BTT) atau bantuan anggaran dari BNPB. Padahal bisa saja, Pemprov mengusulkan anggaran kepada BNPN setelah adanya penetapan status darurat bencana.

“Dengan adanya penetapan status darurat otomatis kita bisa mengakses BTT. Tapi sampai detik ini tidak ada anggaran BTT yang digunakan. Demikian dari BNPB, hanya kita usulkan untuk kebutuhan ekskavator kecil, perahu karet dan sebagainya,” kata Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, usai melakukan pertemuan dengan pihak BNPB di ruangannya, Rabu, 9 Juli 2025.

Iqbal menyampaikan, sampai saat ini, pihaknya tidak mengeluarkan dana apapun dalam penanganan pasca banjir, baik untuk Mataram maupun Bima.

Hanya menggunakan kapasitas dan bantuan dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Baik lingkup Pemprov maupun Pemkot Mataram.

Karena itu, perlu dinaikkan statusnya menjadi darurat bencana. Tujuannya, agar memudahkan semua pihak dalam proses penanganan ini.

“Itu juga yang dihadapi oleh BNPB, mereka tidak bisa beraksi sampai kita mengeluarkan menetapkan kondisi darurat. Itulah pentingnya penetapan kondisi darurat,” ujar Iqbal.

“Jadi mau ada tambahan dana maupun tidak ada tambahan dana harus dinaikan supaya ada dasar kita untuk membantu,” pungkas Iqbal. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button