Fitra NTB Ingatkan Pemprov Jangan Gegabah Terbitkan IPR: Pertimbangkan Mudarat dan PAD

Mataram (NTBSatu) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB mewanti-wanti Pemprov NTB tidak terburu-buru menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda mengingatkan, jangan sampai penerbitan IPR oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri, justru lebih banyak menimbulkan mudarat.
“Pemda perlu hati-hati ambil langkah untuk mengeluarkan IPR,” tegas Ramli di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Sabtu, 6 September 2025.
Ia memaklumi bahwa saat ini pemerintah daerah sedang menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Kendati demikian, Pemprov NTB harus memperhatikan gap antara pendapatan dengan kerusakan lingkungan.
Apalagi berdasarkan analisis Fitra NTB, anggaran Pemprov sangat terbatas untuk pengawasan lingkungan dan Sumber Daya Alam (SDA).
“Pemprov harus menghitung lagi cost benefit seperti apa. Kalau mudaratnya lebih besar, lebih baik pertimbangkan lagi. Saya kira ada sumber-sumber lain (selain pertambangan),” jelas alumni Universitas Mataram (Unram) ini.
Pun pemerintah daerah mendapatkan keuntungan, Ramli meyakini bahwa angkanya tidak akan seimbang dengan biaya reklamasi pasca tambang. Kemungkinan lainnya, pemerintah tidak akan memperbaiki, menata, dan memulihkan lahan yang sudah terganggu oleh kegiatan pertambangan.
“Pasti akan dialihkan untuk program-program prioritas. Saya kira akan sangat berisiko. Risiko kerusakan lingkungan akan sangat besar,” tandasnya.
Akan Perketat Tahapan

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Wirawan Ahmad sebelumnya menjelaskan, tambang rakyat merupakan amanat dari regulasi nasional. Yaitu Undang-Undang Minerba, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010. Kemudian Peraturan Daerah NTB Nomor 2 Tahun 2024.
“Dijamin oleh regulasi UU Minerba, PP 55, dan Perda NTB nomor 2 tahun 2024 sudah jelas diatur tentang retribusi termasuk IPR itu bisa diberikan kepada koperasi dan perorangan,” ujar Wirawan pass Senin, 14 Juli 2025.
Ia menegaskan, penerbitan 16 izin pertambangan rakyat sudah melalui tahapan prosedur. Mulai dari penetapan blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Kementerian ESDM. Hingga terbitnya dokumen pengelolaan yang menjadi dasar operasional tambang.
“Tahapannya sudah jelas diatur oleh regulasi, dan tahapan yang paling baru dari kementerian setelah terbitnya penetapan 16 blok WPR. Kemudian sudah terbit dokumen pengelolaannya,” ungkapnya.
Saat ini, pemerintah provinsi tengah menyusun dokumen reklamasi dan pasca tambang secara paralel. Bersamaan dengan revisi peraturan daerah yang akan memperkuat legitimasi pungutan iuran pertambangan rakyat.
Setelah itu, pemerintah akan mengumumkan koordinat wilayah tambang, melengkapi dokumen lingkungan. Terakhir, menetapkan legalitas operasi tambang rakyat.
Wirawan menegaskan, segala kekhawatiran terhadap risiko lingkungan seharusnya tidak perlu terjadi jika seluruh dokumen yang disusun benar-benar diimplementasikan. Bukan sekadar formalitas di atas kertas. (*)