Mataram (NTBSatu) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB menilai
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB Tahun 2025 bermasalah.
Hal ini lantaran dilakukan lebih awal dan tidak mengikuti Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025, yang baru ditetapkan pada 20 September 2024.
Selain itu, rincian Transfer ke Daerah (TKD) dari Kementerian Keuangan baru disampaikan ke daerah pada 19 September 2024, atau satu bulan setelah APBD NTB disahkan.
Ketidaksesuaian juga terjadi pada Perda Nomor 10 Tahun 2024 tentang APBD NTB Tahun 2025 yang ditetapkan pada 27 Desember 2024. Perda ini masih menggunakan draf awal Rancangan APBD, sehingga tidak mencerminkan hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri.
Direktur FITRA NTB, Ramli Ernanda menyebut, salah satu ketidaktepatan yang mencolok adalah perbedaan nominal dalam batang tubuh Perda. Di mana anggaran daerah disebutkan sebesar Rp5,8 triliun. Padahal angka sebenarnya adalah Rp6,5 triliun.
Ia menyoroti permasalahan ini sebagai ancaman serius terhadap efektivitas program pembangunan daerah.
“APBD disusun tanpa mempertimbangkan informasi keuangan yang lengkap. Ini tentu berisiko bagi pelaksanaan kebijakan daerah. Termasuk program-program yang telah dijanjikan kepala daerah terpilih,” ungkapnya, Minggu, 2 Februari 2025.
10 Program Unggulan Iqbal-Dinda
Dengan perencanaan anggaran yang belum optimal, pelaksanaan 10 program unggulan Iqbal-Dinda terancam mengalami kendala.
Program pertama adalah bantuan ke desa dan kelurahan Rp300 juta hingga Rp500 juta per desa, yang bertujuan memperkuat pembangunan infrastruktur dasar di tingkat lokal.
Pasangan IqbaL-Dinda menjanjikan setiap desa memiliki satu lapangan olahraga. Sedangkan setiap kecamatan akan ada satu GOR mini untuk mendukung pengembangan olahraga masyarakat.
Di sektor kesehatan, pasangan ini merancang peningkatan layanan rumah sakit yang cepat dan adil, penguatan peran Posyandu, serta pembangunan rumah sakit rujukan berstandar internasional di Pulau Lombok dan Sumbawa.
Rumah sakit ini diharapkan mampu menangani layanan medis yang lebih kompleks dan mengurangi ketergantungan masyarakat NTB terhadap fasilitas kesehatan di luar daerah.
Untuk sektor pendidikan, mereka menjanjikan program beasiswa bagi anak-anak NTB tanpa membebani APBD, sehingga pendanaannya akan bergantung pada sumber-sumber lain di luar anggaran daerah.
Di bidang ekonomi, Iqbal-Dinda berkomitmen mendorong industrialisasi berbasis pertanian, peternakan, dan perikanan, dengan menargetkan kemandirian dalam produksi telur, benih, pakan, serta memastikan ketersediaan pupuk dan sistem irigasi yang lebih baik.
Pariwisata sebagai pertumbuhan ekonomi
Selain sektor pertanian, pengembangan pariwisata juga menjadi prioritas dengan konsep kawasan wisata kelas dunia. Lengkap dengan konektivitas dan ekosistem pariwisata yang memadai.
Harapannya, program ini mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis industri kreatif dan UMKM.
Di bidang infrastruktur transportasi, pemerintah daerah berencana membangun jalan tol Trans NTB yang menghubungkan Lembar dan Sape, mengembangkan Pelabuhan Lembar sebagai pelabuhan penumpang dan kontainer. Terakhir membangun pelabuhan khusus komoditas di Pulau Sumbawa.
Infrastruktur ini bertujuan memperlancar arus barang dan jasa, sekaligus meningkatkan daya saing NTB dalam sektor logistik dan perdagangan.
Untuk memperkuat ekonomi daerah, pasangan ini menargetkan investasi sebesar Rp200 triliun hingga Rp300 triliun dalam lima tahun. Kemudian, memberikan dukungan modal dan jaringan pasar bagi UMKM dan industri kreatif.
Mereka juga merancang penciptaan 100 ribu lapangan kerja baru. Baik di dalam maupun luar negeri, dengan membangun pusat pelatihan keterampilan berstandar internasional. Tujuannya agar tenaga kerja NTB memiliki daya saing lebih tinggi di pasar global.
Di bidang sosial dan pendidikan nonformal, Iqbal-Dinda mengusung kebijakan bantuan operasional untuk pondok pesantren, sekolah non-Islam, sekolah nonformal, serta pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).
Selain itu, mereka juga akan menyalurkan bantuan sosial bagi penyandang disabilitas, marbot masjid, guru ngaji. Kemudian, pemangku adat sebagai bentuk dukungan terhadap kelompok masyarakat yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial.
Salah satu program utama lainnya adalah integrasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang pemerintah pusat canangkan sebagai motor penggerak ekonomi desa.
Melalui program ini, Pemda akan memanfaatkan anggaran untuk mendorong produksi dan distribusi bahan pangan lokal. Sehingga memberikan dampak langsung pada kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan di NTB.
Melihat cakupan program yang luas dan ambisius, Rafli menekankan, keberhasilan realisasinya sangat bergantung pada sinkronisasi kebijakan anggaran daerah dengan visi-misi kepala daerah terpilih serta program nasional.
“Manajemen anggaran yang berbasis kinerja dan prinsip value for money menjadi kunci utama. Agar setiap program benar-benar dapat terimplementasikan secara efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat NTB,” pungkas Direktur FITRA NTB. (*)