Mataram (NTBSatu) – Pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 melahirkan kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) secara daring. Kebijakan ini sebagai solusi karena pembelajaran tatap muka di sekolah tidak bisa dilakukan.
Kebijakan tersebut pun dimaksudkan agar hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan semasa pandemi tetap dapat terpenuhi.
Namun ternyata, berdasarkan hasil riset SMERU tahun 2020, kebijakan BDR tidak berjalan efektif, termasuk di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Sebab, terdapat 30 persen guru di luar Pulau Jawa tidak menggunakan aplikasi digital dalam pengajaran semasa itu. Sehingga dapat berisiko memunculkan kesenjangan capaian hasil belajar.
Baca Juga : Kemendikbudristek Ajak Mahasiswa dan Dosen Cegah Depresi dengan Saling Asah, Asih, dan Asuh
Melalui hasil penelitian pada 2023, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menemukan tidak efektifnya BDR berakar pada permasalahan yang lebih mendasar. Mulai dari terbatasnya akses dan infrastruktur pendidikan, ketersedian tenaga pendidik dan konflik antar budaya.
Terbatasnya akses dan infrastruktur pendidikan
Peneliti BRIN, Dini Dwi Kusumaningrum mengatakan, ketersediaan infrastruktur dasar yang dapat mendukung terselenggaranya layanan pendidikan merupakan kebutuhan krusial bagi wilayah terisolir. Seperti akses jalur transportasi (darat, laut dan udara), sarana transportasi, dan jaringan komunikasi.
“Namun, terbatasnya aksesibilitas daerah dan infrastruktur pendidikan, dalam hal ini infrastruktur jaringan internet, masih menjadi tantangan terbesar dalam pembangunan sektor pendidikan di daerah 3T,” ungkapnya, dikutip dalam hasil penelitiannya, Jumat, 3 November 2023.
Baca Juga : Muncul Isu Bagi-bagi Uang di Pesantren Jelang Pilpres, Pendakwah Ini Beri Bantahan
