Pariwisata NTB sedang menghadapi tantangan serius, efisiensi anggaran di tengah target ambisus 2,5 juta kujungan 2025. Sebagai wakil NTB dari daerah pemilihan masing masing, para anggota DPR RI memberi kontribusi pemikiran dengan berbagai sudut pandang dan dimensi, meski lintas komisi.
Mereka juga melakukan beberapa langkah taktis secara politis. Membantu Iqbal – Dinda agar tak salah urus menuju visi pariwisata mendunia.
———————-
Sebagai gambaran, dari 580 legislator yang dilantik, sebanyak 11 orang merupakan utusan Daerah Pemilihan (Dapil) NTB.
Tak satu pun masuk di Komisi VII yang membidangi pariwisata. Kendati demikian, mereka berkontribusi dari komisi masing masing dan tetap inline dengan pengembangan pariwisata.
Misalnya Mahdalena, Lale Syifaun, dan Nanang Samodra masuk dalam Komisi VIII. Ruang lingkupnya membidangi agama, sosial, dan persoalan perempuan dan anak.
Adapun Mori Hanafi dan Abdul Hadi masuk dalam Komisi V yang membidangi infrastruktur dan perhubungan. Sementara Johan Rosihan di Komisi IV membidangi pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Kemudian Hadrian Irfani di Komisi X membidangi pendidikan, olahraga, sains dan teknologi. Lalu, Fauzan Khalid di Komisi II membidangi pemerintahan dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur negara.
Sedangkan Sari Yuliati masuk di Komisi III yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan.
Muazzim Akbar di Komisi IX membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, dan jaminan sosial. Dan Rachamat Hidayat di Komisi I membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan Informatika.
Meski tak masuk Komisi VII, sebagian besar dari mereka menyatakan mendukung penuh pemerintah dalam membangun pariwisata NTB.
Delapan dari 11 Anggota DPR RI Dapil NTB yang merespons NTBSatu, menunjukkan kesiapannya membantu dan mendukung pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi wisata di NTB.
1. Mahdalena
Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB, Hj. Mahdalena, pendapatan daerah tidak boleh hanya mengandalkan gelontoran dana dari pemerintah pusat semata.
Ia berpendapat, pariwisata merupakan elemen penting untuk dipikirkan secara holistik oleh pemangku kebijakan.
Mahdalena menyoroti pengembangan pariwisata di Provinsi NTB yang dinilai kurang mendapat sentuhan serius dari pemerintah.
“Prinsipnya, pemerintah daerah harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai agar wisatawan nyaman berkunjung. Tidak usah mahal-mahal dulu. Yang unik alamiah dan lokalistik itu lebih menarik wisatawan,” ujar Mahdalena Jumat, 9 Mei 2025.
Lebih spesifik, Mahdalena menyoroti pembangunan pariwisata di Kabupaten Bima. Ia meyakini, potensi wisata di tanah “Maja Labo Dahu” tidak kalah menarik dibanding tempat-tempat lain.
Urgensi Dukungan Pemerintah
Namun, ia kembali menegaskan, pengembangan pariwisata harus ada dukungan dari pemerintah. Itu langkah pertama. Jika pemerintah aktif, investor dengan sendirinya akan masuk.
“Enggak perlu witasawan mancanegara. Wisatawan lokal pun sudah cukup. Karena tidak sedikit warga kita yang keluar daerah untuk berwisata. Padahal sebenarnya lebih bagus di daerah kita sendiri,” ungkap mantan Anggota DPRD Kabupaten Bima ini.
Langkah kedua, lanjutnya, masyarakat harus ikut berpartisipasi aktif mengembangkan wisata di daerahnya. Hal itu bisa menjadi sumber pendapatan masyrakat sekitar lokasi wisata.
“Sekarang sudah ada contoh Pantai Wane yang viral. Meskipun Pantai Lariti juga sudah mendahului. Itu saya lihat hasil swadaya masyarakat, baik mengembangkan tempat wisata lebih-lebih menjaga keamanannya,” sebutnya.
Ia menuturkan, jika masyarakat sudah mampu menciptakan iklim pariwisata di lingkungannya, pemerintah tinggal memberikan back up. Misalnya memastikan penjagaan oleh aparat keamanan di sekitar destinasi wisata.
Kemudian ketiga, sambungnya, wisatawan harus beradaptasi dengan budaya masyarakat lokal, bukan sebaliknya. Ia menganggap bahwa nilai-nilai kedaerahan di NTB bernuansa Islami.
“Di sini tantangan kita. Akulturasi budaya itu tentu akan ada yang saling mengisi. Apakah kita yang terisi budaya yang masuk atau kita mempertahankan budaya yang ada. Tentu ada sisi positif dan ada sisi negatifnya,” tutup Mahdalena.
2. Nanang Samodra
Anggota Komisi VIII DPR RI Nanang Samodra Dapil NTB 2 mengatakan, meski Komisi VIII tidak membidangi pariwisata, namun ia merasa terpanggil untuk menanggapi.
Berdasarkan analisa politisi Partai Demokrat ini, pariwisata di NTB harus dibuat berbeda dengan daerah tentangga, yakni Bali.
Menurutnya, jika Bali sukses menjual pesona budaya untuk menarik wisatawan, maka NTB harus bisa mengandalkan keindahan alamnya. Ia percaya bahwa NTB punya banyak surga wisata yang memanjakan mata.
“Pertama, kita (red: NTB) mempunyai nilai yang berbeda dengan Bali. Jadi kita tidak bersaing dengan Bali. Tapi bersinerigi, itu konsepnya,” katanya kepada NTBSatu, Jumat, 9 Mei 2025.
Untuk itu, Nanang menyarankan agar pemerintah memberi peran lebih dan mengikutsertakan masyarakat. Baginya, selama ini masyarakat hanya jadi penonton di daerahnya sendiri.
“Pengalaman wisata sekitar tahun 1985 dulu, masyarakat belum bisa menerima pariwisata. Tapi sekarang sudah ada keberterimaan,” ujar mantan Sekda NTB ini.
Kencangkan Wisata Halal
Selain itu, identitas NTB sebagai penyedia wisata halal di Indonesia harus terus dikembangkan. Nanang meyakini, keterbukaan masyarakat terhadap dunia wisata akan jauh lebih besar dengan pendekatan konsep wisata halal.
“Wisata halal ini diharapkan agar masyarakat memahami pariwisata dengan baik. Supaya tidak menafsirkan pariwisata adalah tempat maskiat,” bebernya.
Saat ini, Nanang mengaku, gema wisata halal di NTB sudah mulai redup. Ia mengajak agar konsep wisata halal ini digarap kembali oleh seluruh pihak.
Tak hanya itu, Nanang mengimbau supaya setiap restoran dan rumah makan di NTB segera mungkin mendaftarkan diri untuk mendapatkan label halal dari pemerintah.
“Kalau dulu wisata halal ini gencar. Masyarakat yang kesulitan mencari makanan halal ketika mau berwisata, kan pilihannya pasti NTB. Karena image wisata halal NTB sudah terbentuk,” imbuhnya.
PAD Dikembalikan ke Pariwisata
Lebih lanjut, Nanang juga menyinggung terkait realisasi Pendapatan Asli Derah (PAD) terhadap pariwisata NTB. Ia menilai, dari pemerintah provinsi hingga pemerintah desa belum memahami cara mengelola PAD untuk kemajuan wisata daerah.
“Sebagai contoh, berapa PAD NTB yang diperoleh dari pariwisata yang hasilnya kembali lagi untuk pariwisata? PAD yang berasal dari pajak perhotelan misalnya, peruntukannya tidak digunakan untuk pariwisata lagi,” cetusnya.
Jika terus demikian, lanjut Nanang, maka pariwisata NTB sulit untuk maju. Hal itu karena pendapatan daerah yang bersumber dari pariwisata justeru dimanfaatkan untuk pengembangan sektor lain.
“Akhirnya pembangunan keamanan di lokasi wisata tidak terjadi. Jadinya wisatawan tidak nyaman. Maka dari itu PAD pariwisata harus dikembalikan untuk pawarisita. Baik dari tingkat provinsi bahkan di desa-desa,” tegas mantan birokrat ini.
Memanfaatkan Poltekpar Lombok
Kemudian, keberadaan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di Lombok Tengah (Loteng) tak luput dari sorotan Nanang.
Ia menilai, kehadiran sekolah pariwisata seperti Poltekpar di Loteng bisa meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) lokal. Namun, di sisi lain, mahasiswa Poltekpar Lombok banyak berasal dari luar NTB.
Karena itu, Nanang berharap masyarakat NTB, khususnya Lombok, banyak menitipkan anak-anakanya ke kampus pariwisata atau mengikuti Pendidikan Kilat (Diklat) wisata. Pengembangan pariwisata yang baik bisa dilakukan jika generasi mudanya dididik kreatif dan inovatif.
“Saya pernah duduk-duduk di gerbang Pantai Kuta. Terus didatangi anak kecil Kelas 4 SD. Dia mengoperasikan kamera bagus sekali depan saya. Pasti ada yang ajarin, sehingga dia kreatif. Jadinya pariwisata ini bisa menghasilkan finansial buat rakyat,” ungkapnya.
“Itulah yang saya harapkan dari Poltekpar Lombok. Agar generasi kita siap. Harus bekerjasama dengan pemerintah untuk memaksimalkan peran kampus,” tambah Nanang.
Kenyamanan Nomor Satu
Lebih jauh, kenyamanan wisatawan merupakan hal paling vital dalam pandangan Nanang. Oleh sebab itu, ia meminta kepada asosiasi-asosiasi pemandu wisata untuk lebih memperhatikan rasa nyaman pengunjung.
“Misalnya sopir pariwisata atau sopir Taxi Blue Bird, jangan sampai membuat onar di bandara. Wisatawan turun di bandara, tiba-tiba main nyelonong sana-sini. Itu buat orang enggak nyaman,” ucapnya.
Terakhir, Nanang meminta para pelaku usaha terutama pedagang, ketika menjual barang tidak melampaui harga jualnya kepada wisatawan
“Nanti bule bule tidak ada yang datang lagi kalau pasang harga yang tinggi,” tandas Nanang.
3. Johan Rosihan
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi IV Johan Rosihan dari Fraksi PKS juga angkat bicara. Johan menerangkan, NTB memiliki potensi wisata luar biasa.
“Mulai dari pantai, gunung, budaya, kuliner, dan desa adat,” katanya kepada NTBSatu, Jumat, 9 Mei 2025.
Tapi, menurut Johan, seluruh potensi wisata ini belum mampu dimaksimalkan dengan baik untuk rakyat dan daerah.
Karena itu, ia memberikan sejumlah catatan kepada pemerintah daerah untuk mendorong optimalisasi pariwisata NTB.
“Pertama, libatkan UMKM dan warga lokal dalam rantai nilai pariwisata,” jelas politisi asal Sumbawa ini.
Kemudian, lanjutnya, pemerintah harus mempercepat infrastruktur dan akses ke destinasi wisata yang baru. Lalu, branding NTB sebagai rumah budaya dan alam nusantara.
“Setelah itu kita dorong investasi berkelanjutan, terutama di luar kawasan Mandalika,” sebut mantan Anggota DPRD NTB ini.
Hal penting lain yang dinilai untuk menghidupkan pariwisata NTB adalah pemerintah bisa mengaktifkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Desa Wisata.
“Dan menyusun kalender wisata NTB yang menarik dan profesional,” tutur Jogan
Sebagai penutup, Johan megusulkan agar pemerintah daerah memperkuat koordinasi dan SDM pariwisata NTB
“Insya Allah, kalau semua bersinergi, NTB akan jadi ikon pariwisata unggulan Indonesia,” pungkasnya.
4. Lale Syifaun Nufus
Politisi Senayan dari Fraksi Gerindra, Lale Syifaun Nufus tak ketinggalan untuk membagikan pandangannya tentang pariwisata NTB. Ia menyebut, pariwisata NTB adalah sektor unggulan dan prioritas karena memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Besarnya potensi tersebut, kata Syifaun, tentu saja harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Tidak hanya untuk keberlangsungan ekonomi masyarakat pelaku pariwisata. Melainkan bisa memberikan kontribusi besar bagi PAD.
“Untuk mendapatkan manfaat tersebut, harus ada dipikirkan langkah-langkah konkret agar supaya potensi yang ada tidak sia-sia,” ucapnya kepada NTBSatu, Jumat, 9 Mei 2025.
Menurutnya, potensi pariwisata ini tidak bisa dipungkiri yang paling utama adalah potensi alam (nature). Sebab, topografi dari Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, hingga pulau pulau kecil di NTB masing-masing memiliki keunikan dan keunggulannya sendiri.
Misalnya, mulai dari pantai yang indah, laut yang kaya akan aneka ragam spesies, dan gunung-gunung yang menjadi destinasi wisata pendakian. Serta kuliner yang beraneka ragam dan enak, dan wisata budaya (culture).
“Namun kita harus akui bahwa potensi tersebut belum maksimal kita garap dan kembangkan,” ungkap Wakil Rakyat Komisi VIII ini.
NTB Kalah Jauh dari Bali
Tak hanya itu cucu dari Pahlawan Nasional Zainudin Abdul Madjid ini menilai, perkembangan pariwisata NTB cukup kalah jauh dan belum bisa menyeimbangi kemajuan pariwisata di Bali.
“Padahal jika melihat potensi yang ada, NTB tidak kalah menarik dan indah. Banyak kendala yang menurut saya harus segera dibenahi agar potensi pariwisata NTB bisa maksimal,” ujar Syifaun.
Selain itu, ia juga merefleksi konidisi pariwisata NTB setelah pandemi Covid-19. Ia mengatakan, di NTB khususnya Pulau Lombok, menjadi daerah destinasi wisata pertama di Indonesia yang mengalami kenaikan signifikan dari sisi kedatangan wisatawan, yaitu dengan adanya gelaran MotoGP.
“Harus diakui gelaran MotoGP ini menjadi langkah awal pasca pandemic yang luar biasa. Tahun 2021 ketika gelaran MotoGP perdana, wisatawan lokal mendominasi kunjungan ke NTB (Pulau Lombok),”
“Dan pada tahun 2022 tercatat 1,3 juta kunjungan wisatawan. Namun, pertanyaannya, usai gelaran MotoGP, apakah wisawatan melakukan kunjungan kembali atau tidak ke NTB?,” tanya legislator Dapil NTB 2 ini.
Sedangkan, berdasarkan data Dinas Pariwisata NTB yang ia kutip, hanya 5 persen wisatawan yang datang kembali untuk berwisata di NTB pasca pagelaran MotoGP.
“Mengapa angka ini sangat kecil, sedangkan potensi wisata yang NTB tawarkan tidak kalah dengan daerah lain khususnya Bali,” kata Syifaun.
Atas dasar itu, ada beberapa catatan yang menurutnya harus segera dibenahi. Baik oleh pemerintah daerah dengan dukungan pemerintah pusat.
Mahalnya Tiket Pesawat
Pertama, Syifaun mengungkapkan masalah mahalnya tiket pesawat. Tidak saja mahal, namun berdasarkan data, sebelum Covid-19, penerbangan dari dan ke NTB bisa mencapai 40 jadwal penerbangan per hari.
“Pasca pandemi, angka penerbangan turun drastis dan hingga hari ini menurut catatan saya hanya 12 penerbangan per hari,” sebutnya
Ia mengaku bahwa masalah mahalnya tiket pesawat saat ini merupakan hambatan bagi semua daerah di Indonesia.
“Namun selama tiket pesawat masih mahal, saya cukup pesimis pariwisata NTB akan bisa memberi dampak positif bagi PAD NTB,” ujar Syifaun.
Infrastruktur dan Branding Wisata
Kemudian kedua, lanjutnya, adalah persoalan infrastruktur pendukung, tata kelola, SDM, dan anggaran. Ia mewanti-wanti, hal ini harus dipikirkan bersama. Bagaimana pemerintah daerah bisa memaksimalkan keterbatasan untuk meningkatkan infrastrutur pendukung.
“Terutama pemeliharaan yang saya soroti adalah dari segi fasilitas, yaitu toilet/kamar mandi di destinasi-destinasi wisata. Hal ini sangat penting karena walaupun terlihat kecil. Namun persoalan kebersihan ini bisa menjadi faktor utama bagi wisatawan untuk kembali lagi ke NTB,” jelasnya
Ketiga, tambah Syifaun, seluruh pihak harus bersama-sama memikirkan image atau branding yang ingin NTB tampilkan ke dunia. Memperkuat branding ini, sambungnya, sangat penting agar jelas sektor mana yang ingin diunggulkan dan paling menarik bagi wisatawan.
“Saya bersedia untuk membantu mendorong ke rekan-rekan sesama DPR RI dari Dapil NTB yang tersebar di berbagai Komisi terkait perhubungan dan pariwisata. Agar supaya hal ini bisa dibahas secara serius dan konkret,” tegas Syifaun.
5. Mori Hanafi
Anggota DPR RI Komisi V Mori Hanfi dihubungi melalui telepon Sabtu, 10 Mei 2025 menyampaikan pikirinnya tentang pariwisata NTB. Menurut Mori, potensi wisata NTB tidak perlu diragukan lagi.
“Di NTB ini ada pantai, air terjun, gunung yang indah. Dari sisi kultur, kita kaya akan adat dan istiadat,” katanya.
Bahkan, ia terang terangan mengatakan bahwa potensi wisata NTB lebih lengkap ketimbang Bali.
“Kita juga punya sport tourism, seperti MotoGP, balapan mobil, dan lain-lain di Mandalika. Yang belum ada di Bali, pasti ada di kita. Jadi kita tidak meragukan,” sebut politisi NasDem ini.
Lemahnya Sisi Promosi
Memajukan pariwisata NTB, kata Mori, bagaimana semua potensi itu bisa diramu dengan baik. Namun, ia menilai sisi promosi wisata NTB masih kalah jauh dengan Bali.
Padahal, ungkapnya, NTB punya Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD). Tetapi, lembaga ini masing-masing jalan sendiri.
“Di sisi lain biaya promosi kita sangat kurang. Kita mau datangkan turis jutaan orang, tapi anggaran yang tersedia hanya cukup datangkan ribuan orang saja,” imbuh Anggota Parlemen Senayan Dapil NTB 1 ini.
Mori berharap, ketika promosi wisata ini berjalan masif, maka semakin banyak orang yang datang ke NTB. Dan para wisatawan itu akan ikut mempromosikan lewat sosial medianya masing-masing.
Kemudian, ia menekankan pentingnya promosi sasaran turis. Menurutnya, selain target mendatangkan pelancong dari mancanegara, sasaran turis dalam negeri juga harus dikencangkan agar datang ke NTB.
“Persoalannya, kita punya semacam penelitan bahwa paling lama orang ke Lombok itu hanya dua malam. Sementara mereka berwisata ke Bali bisa sampai empat malam. Orang datang dua tahun sekali ke NTB. Tapi di Bali, dua kali setahun. Jadi posisi kita seperti itu,” terangnya.
Ia pun mengingatkan, memberdayakan sektor pariwisata, dibutuhkan kerja sama dengan semua stake holder yang ada. Mulai dari sisi perhotelan, tempat penyewaan mobil, restoran, dan lain-lain.
Mori juga mencontohkan, bagaimana kekuatan branding wisata di Bali membuat wisatawan rela mengantri berlama-lama. Sementara di NTB masih lemah dalam sisi membangun image wisata.
“Di Bali itu ada orang hanya jual ikan goreng, tapi antriannya luar biasa. Padahal, rasanya biasa-biasa saja. Lebih enak ikan yang dijual orang-orang di Lombok. Cuman mereka packaging-nya lebih rapi, bagus, dan mewah daripada di NTB. Nah, kita belum bisa bangun image itu,” terangnya.
Untuk itu, ia sangat berharap ke depan wisata di NTB dapat ditingkatkan baik secara kuantitats pengunjung, maupun dari sisi kualitas wisata yang disiapkan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait.
“Dari segi kuantitas wisatawan ramai dan bisa dua kali dalam setahun datang ke NTB. Dari segi kualitas, pelayanan wisata kita harus bisa memuaskan mereka. Jadi enggak bisa lewat sosmed doang kita berkoar. Segala upaya harus dilakukan,” imbuhnya.
Protes Harga Tiket Pesawat
Mori Hanafi pernah memprotes pemerintah tentang regulasi tarif tiket pesawat yang tinggi. Sebab hal tersebut sangat mempengaruhi tingat kunjungan wisatawan ke NTB.
Sekitar 2 bulan lalu, kata Mori, ia mencecar Kementrian Perhubungan (Kemenhub). Ia merasa heran, mengapa harga tiket pesawat domestik bisa dua kali lipat lebih mahal ketimbang ke luar negeri.
“Contohnya, dari Jakarta ke Lombok harganya Rp1,3 juta. Sementara dari Jakarta ke Singapura hanya Rp700 ribu. Wisatawan pilih lebih murah. Apalagi ke luar negeri, ya pasti lebih bergengsi,” tukas legislator yang bermitra dengan Kemenhub ini.
Maka dari itu, ia berharap pemerintah pusat bisa menurunkan harga tiket domestik. Jika harga tiket ke Lombok murah seperti ke Singapura, pasti berbondong-bondong orang kunjungi Lombok.
Lebih detail, Mori menguraikan efek harga tiket mahal. Menurutnya, dengan perbedaan harga sekitar Rp700 ribu – Rp800 ribu, sangat mempengaruhi pilihan destinasi wisatawan.
Berdasarkan hal itu, ia meminta Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal untuk bantu memikirkan menurunkan harga tiket pesawat.
Termasuk semua pihak yang bekepntingan pada pariwisata di NTB.
“Selisih harganya itu bisa dipakai untuk sewa hotel. Wisatawan bisa pakai untuk makan hingga membeli oleh-oleh,” ucapnya.
Mori menyampaikan, menurunnya tingkat jadwal penerbangan di Bandara Internasional Lombok (BIL) salah satu penyebab utamanya adalah mahalnya harga tiket.
“Kondisi pasang surut penerbangan di NTB ini, karena penumpangnya menurun. Mereka (Maskapai, red) merugi karena hal ini,” katanya.
Pengalaman Maskapai Tutup
Lebih lanjut, Mori meminta Pemerintah Provinsi NTB untuk memikirkan strategi agar jadwal penerbangan di BIL mengalami peningkatan. Hal tersebut penting untuk aksesibilitas wisatawan.
Sebagai contoh, ia menyebut saat ini penerbangan langsung (direct flight) dari Kuala Lumpur ke Lombok punya dampak positif bagi kunjungan wisatawan.
“Direct flight Kuala Lumpur ke Lombok itu penuh terus. Turis-turisnya udah mulai masuk di situ. Sekarang penerbangan langsung ke Lombok ini harus diperbanyak. Biar orang gak mampir dulu di Jakarta atau Bali, sehinnga enggak jadi ke Lombok,” ujarnya.
Ia juga merespons terkait salah satu visi utama Lalu Iqbal, yakni menjadikan NTB sebagai pusat pariwisata berkelas dunia.
“Semangat Pak Gubernur kita hargai. Tapi itu tidak mudah. Butuh strategi yang terukur dan matang untuk merealisasikannya,” tutur mantan Wakil Ketua DPRD NTB ini.
Di sisi lain, Mori mengingatkan, beberapa tahun lalu, sejumlah maskapai pernah tutup penerbangan langsung ke Lombok. Penutupan rute ini, lantaran maskapai alami kerugian.
Salah satunya, maskapai penerbangan asal Australia, Jetstar. Mereka resmi menutup rute penerbangan dari Perth ke Lombok pada Oktober 2014 lalu.
“Dulu ada maskapai Jetstar. Dia (Jetstar, red) terbang dari Australia langsung ke Lombok. Rutenya dibuka selama setahun. Dan terbang sekali seminggu. Awalnya begitu banyak wisatawan belanja di restoran, cafe, dan pusat oleh-oleh,” jelas Mori.
Namun, maskapai tersebut menutup rute ke Lombok karena rugi. Kerugian tersebut mencapai sekitar Rp50 miliar sejak rute tersebut dibuka.
“Jetstar merasa rugi dan dia stop. Berdasarkan pengalaman itu, dia enggak sembarang mau masuk lagi. Itu akibatnya kalau isi pesawat kurang. Maskapai akan tutup apabila sepi penumpang,” tandasnya.
Tak hanya Jetsatr, Citilink juga pernah tutup rute Bandung ke Lombok atau sebaliknya sejak Januari 2016 lalu. Kata Mori, penutupan rute tersebut lagi-lagi soal sedikitnya jumlah penumpang.
“Bandung sangat terkenal dengan kuliner. Dihubungkan oleh Citilink ke Lombok dengan destinasi originalnya. Tapi tidak lebih dari 30 persen isi pesawatnya. Baik dari Bandung ke Lombok atau Lombok ke Bandung,” terangnya.
Berkaca pada pengalaman tersebut, Mori mengajak Pemprov NTB untuk berfikir lebih ekstra agar tidak ada lagi maskapai yang tutup rute langsung ke Lombok.
“Jangan dianggap enteng. Jangan cepat senang,” sebutnya.
Kembali ia tegaskan bahwa soal harga tiket bagian yang sangat urgen untuk dicarikan solusinya. Sehingga wisatawan tak berat hati ke Lombok atau NTB karena didukung oleh harga penginapan yang murah.
“Kalau soal harga Hotel di Lombok saya pikir terjangaku. Enggak terlalu mahal. Kalau yang di Senggigi Hotel Jayakarta itu kan Rp700 ribu. Kalau yang bintang 5 itu kisaran sejuta. Masih normal lah,” kata Mori.
Pariwisata Maju dan Kemiskinan
Mori meyakini bahwa sektor pariwisata ini dapat membangun kesejahteraan masyarakat. Bahkan, ia menyebut tidak akan ada orang miskin di Lombok jika kepariwisataan ditata dan dikelola dengan baik.
“Catatan yang paling penting adalah enggak ada orang miskin dan enggak ada TKI-TKI (Tenaga Kerja Indonesia) lagi di Lombok. Sebab di Lombok ini ada pariwisata yang menakjubkan,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga meminta Gubernur NTB lalu Muhamad Iqbal untuk mewajibkan hotel-hotel di Lombok agar mengambil bahan baku dari petani-petani lokal. Tentu dengan kualitas yang sesuai standar.
“Dari daging, beras, sayur, hingga telur harus dari NTB. Jangan diambil dari Jawa Barat,” pintanya.
Secara rinci, ia menjelaskan jika hotel mengambil bahan baku dari petani dan peternak lokal, maka otomatis rantai ekonomi berjalan saling menguntungkan. Hotel untung, petani lokal juga mendapatkan peningkatan pendapatan.
“Bayangkan 1 tahun tamu di hotel itu misalnya ada 200 ribu orang. Acara-acara di situ ada perkawinan sampai acara ulang tahun. Hotel ramai dan petani kita gembira karena ada hotel sebagai pasarnya,” terang Mori.
“Tapi sekarang ini kan lucu. Beras kita kirim ke Surabaya terus dari Surabaya kirim lagi ke kita setelah distandarisasi,” tambahnya.
Karena itu, Mori mengaku, dirinya pernah mengkritik konsep industrialisasi pemerintahan sebelumnya.
Menurut Mori, industrialisasi di NTB ini bukan soal orang bisa bikin mobil, motor, atau produk teknologi sejeinisnya. Melainkan industrialisasi ekonomi yang tepat adalah sejalan dengan kebutuhan paling mendasar masyarakat.
“Makanya dulu saya kritik gubernur sebelumnya. Saya bilang kejauhan. Harusnya bapak berdayakan aja teman-teman petani dan peternak itu,” sesalnya.
Ia menerangkan, peternak NTB selalu menjual sapi hidup-hidup atau gelondongan ke pasar. Dengan harga per ekor Rp11 juta – Rp12 juta. Tapi jika diolah dan dikemas dengan bagus, per ekor bisa naik sampai Rp20 juta.
“Dipilah dulu mana daging untuk iganya, mana daging untuk sop, sebelum sampai ke hotel. Itu yang saya maksud industrialisasi. Saling berkesinambungan Tenaga kerjanya terampil. Akan sejahtera masyarakat kalau seperti itu,” tandas Mori.
6. Abdul Hadi
Politisi Senayan dari PKS Abdul Hadi cukup lugas menyampaikan catatannya soal bagaimana mengembangkan pariwisata NTB.
Hadi menilai, potensi wisata di daerahnya akan sayang jika tidak dimanfaatkan dengan baik oleh semua lapisan masyarakat.
“Rinjani menjadi the best honey moon, tinggal dirwat dan dijaga. Wilayah yang lain indah indah. Kita di Lombok ada Senggigi dan Sekotong. Terus di Pulau Sumbawa dengan Samota dan Tamboranya. Semua ini bisa mewujudkan banyak peluang,” terangnya.
Peran Sentral Pemimpin
Namun, bagi Hadi, semua itu tergantung kepemimpinan di daerah.
“Pertama, ini tergantung pimpinan yang mungkin dalam bahasa kita pihak yang berkapasitas. Seperti Gubernur NTB di ranah eksekutif. Dan wakil rakyat di ranah legislatif,” jelasnya pada Sabtu, 10 Mei 2025.
Menurutnya, setiap pihak yang memiliki kapasitas harus turut andil mendesain pariwisata daerah yang berkuallitas.
“Sumber daya yang kita miliki itu dikonsolodasikan. Agar itu dipersiapkan secara internal oleh pemerintah dengan melibatkan masyarkat,” ucapnya.
Ia pun menyarankan, pemimpin daerah harus pandai membangun sinergitas dengan pemerintah pusat untuk mengkomunikasikan ide kepariwisataan NTB.
“Di nasional ada presiden dan ada menteri. Bahkan mungkin bisa bekerjasama di tingkat internasional,” sebut Hadi.
Berdayakan Manusianya
Hadi mengatakan, mengenalkan wisata NTB di mata dunia banyak jalannya. Tidak melulu soal promisi. Sebab percuma pemerintah lakukan promosi kalau tidak diberdayakan masyarkat setempat.
“SDM kita di luar negeri saya pikir banyak. Dari mahasiswanya, para pejabat, terus masyarakat yang bekerja kan bisa diberdayakan mengenalkan destinasi wisata kita,” terang mantan Anaggota DPRD NTB ini.
Selanjutnya, kata Hadi, event event nasional dan internasional yang sudah pernah diselanggarakan di NTB harus dilanjutkan. Jangan hanya satu atau dua tahun pelaksanannya.
“Seperti Bang Zul (Mantan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah) telah memberikan langkah-langkah sebelumnya. Seperti hadirnya pagelaran MotoGP di Mandalika dan event berskala besar penting diteruskan. Kepemimpinan itu mampu membaca peluang,” jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu mengelola SDM yang ada. Sebab kesiapan masyarakat mesti diutamakan untuk menyambut pariwisata yang hebat
“SDM-nya harus dikelola dengan baik. Terus transportasinya, aksesnya, dan banyak hal. Itu agar memunculkan kepercayaan wisatawan. Memang harus diatur,” jelas Hadi.
“Jangan sampai orang kapok datang ke NTB. Harus mampu dirawat. Para pemimpin kita sekarang tinggal melanjutkan yang sudah baik,” katanya menambahkan.
Terakhir, dirinya memastikan siap membantu pemeritah daerah untuk memajukan pariwisata NTB. Semangat sinergitas, ucap Hadi, menjadi indikator kemajuan sebuah daerah.
“Kami siap membantu. Sekarang dari sisi infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, hingga bendungan sudah baik fasilitasnya. Kan nyaman untuk berwisata. Jadi tidak ada kendala dari sisi infrastruktur,” tutup Hadi.
7. Lalu Hadrian Irfani
Lalu Hadrian Irfani selaku Anggota DPR RI Komisi X juga buka suara terkait pariwisata di NTB. Ia sangat setuju bahwa potensi pariwisata NTB luar biasa.
Dari Mandalika, Gili, Rinjani, sampai budaya dan bahari di Pulau Sumbawa.
“Tapi memang masih banyak yang bisa kita maksimalkan, terutama kalau bicara soal meningkatkan PAD,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kepada NTBSatu, Sabtu, 10 Mei 2025.
Keberpihakan dan Transparansi
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa jadi kunci untuk menaikan kelas pariwisata NTB. Pertama, wisata harus dirancang berpihak ke masyarakat lokal, bukan hanya investor.
“Artinya, UMKM, desa wisata, dan produk lokal harus didorong lebih kuat,” sebut Wakil Rakyat Senayan Dapil NTB 2 ini.
Setelah itu, lanjut Hadrian, retribusi dan pemasukan dari wisata mesti dikelola digital dan transparan.
“Biar enggak bocor dan benar-benar masuk ke kas daerah,” paparnya.
Selanjutnya, event besar seperti MotoGP jangan cuma jadi tontonan. Tetapi juga jadi penggerak ekonomi lokal.
“Harus ada paket wisata, promosi produk UMKM, dan promosi digital yang terintegrasi,” ujar mantan Anggota DPRD NTB ini.
Kita Butuh Data
Hal lain yang disorot Hadrian adalah pemerintah jangan andalkan satu atau dua destinasi aja.
“Pulau Moyo, Tambora, dan spot-spot lain juga perlu dikembangkan,” harapnya.
Kemudian terakhir, ia menyebutkan pemerintah setempat harus menyiapkan data sebagai dasar untuk menyusun kebijakan pariwisata.
“Tanpa data pariwisata yang akurat, kita sulit buat ambil keputusan yang tepat,” pungkasnya.
“Kalau ini semua bisa dikerjakan secara bareng-bareng oleh pemerintah daerah, pelaku wisata, dan masyarakat, Insya Allah NTB bisa jadi poros pariwisata nasional yang benar-benar berdampak,” jelas Hadrian menambahkan.
Lebih jauh, sebagai putra daerah dan anggota legislatif dari Dapil NTB 2, ia siap menyuarakan dan mengawal kebijakan anggaran. Serta regulasi dari pusat.
“Dan bekerja sama dengan pemerintah daerah serta pelaku pariwisata untuk menjadikan pariwisata NTB sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi,” tutup Hadrian.
8. Fauzan Khalid
Anggota DPR RI Komisi II Fauzan Khalid dari Fraksi NasDem mengaku, pariwisata di NTB, khususnya di Lombok punya pesona yang luar biasa.
Bagi Fauzan, potensi ini menjadi berkah tersendiri bagi daerah NTB. Dari alamnya, budayanya, hingga dari sisi geografisnya semuanya indah.
“Kalau dimanfaatkakan benar-benar industri pariwisata ini, bisa memberikan sumbangan luar biasa buat kesejahteraan masyarakat kita,” jelas Fauzan kepada NTBSatu Selasa, 13 Mei 2025.
Terlepas dari keindahannya, ia membenarkan masih ada beberapa masalah kepariwasataan di NTB.
“Misalnya soal sampah. Dan keterbukaan masyarakat. Yang buat NTB kalah dengan Bali, karena di sana masyarakatnya lebih welcome dengan pariwisata,” bebernya.
Oleh sebab itu, kata Fauzan, ada beberapa syarat yang perlu dikembangkan untuk mendapatkan core industri pariwisata.
Pertama adalah kolaborasi semua pihak. Baik dari unsur pemerintahan, pelaku pariwisata dan masyarakatnya.
“Bahkan Polri dan semua instansi pemerintah harus bergerak bersama. Termasuk warganya juga,” cetus mantan Bupati Lombok Barat ini.
Menjaga Persepsi Pariwisata
Setelah itu, sambung Fauzan, persoalan pariwisata ini seringkali terkait erat dengan persepsi. Karena itu, ia mengingatkan agar semua elemen untuk membangun citra positif tentang destinasi wisata.
“Tidak hanya masyarakat, bahkan pelaku pariwisata sendiri sering berkomentar negatif di media sosial,” sebutnya.
“Misalnya NTB gelap. Terus industri pariwisata di lombok gelap. Itulah contoh-contoh yang mempengaruhi persepsi pariwisata di Lombok,” paparnya menambahkan.
Setelah persepsi ini siap, sambung Fauzan, selanjutnya adalah memikirkan tentang infrastruktur pariwsita.
“Baru kita bisa fokus bicara infrastruktur pariwisata,” katanya.
Setiap Orang Jadi Duta Wisata
Lebih lanjut, meski Anggota DPR RI Dapil NTB tidak ada yang masuk dalam Komisi VII yang membidangi pariwisata, Fauzan menegaskan hal itu tidak jadi masalah.
“Bukan berarti kami tidak bisa membantu. Saya punya teman di komisi yang lain. Dan teman-teman DPR dari NTB yang lain bisa menitip kepentingan pariwisata NTB ini ke jaringannya masing-masing,” tukasnya.
Di sisi lain, Fauzan menilai kepemimpinan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mampu membangkitkan pariwisata di NTB. Hal itu karena Lalu Iqbal memiliki jaringan yang luas.
“Tinggal sekarang bupati dan wali kota bergerak bersama dengan pemerintah provinsi. Harus punya kesadaran bersama. Enggak bisa sendiri-sendiri,” ujarnya.
Tak hanya itu, dalam kapasitasnya sebgai Anggota Komisi II DPR, Fauzan telah berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB.
Ia meminta agar semua Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjadi duta pariwisata. Sehingga mereka bisa merealisasikan jargon NTB Makmur Mendunia yang diusung Gubernur Lalu Iqbal.
“Kita punya keyakinan NTB mampu berkolaborasi. Tinggal kita sekarang bantu beliau (Gubernur Lalu Iqbal, red) jadi duta wisata,” tandas Fauzan.
Pertumbuhan Ekonomi NTB
Banyak yang berharap sektor pariwisata bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi NTB yang sedang anjlok menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Data pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi dua kali lipat pada Triwulan I 2025, sejumlah pihak mengingatkan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal segera mengambil tindakan strategis dan taktis.
Data tersebut menunjukkan, kondisi ekonomi NTB berada di titik rawan. Jika kuartal berikutnya kembali minus, NTB secara teknikal akan masuk ke dalam resesi.
Dr. Firmansyah, Dosen Ekonomi Universitas Mataram (Unram). Ia menganalisis, dalam kondisi ekonomi lesu seperti ini, pengeluaran pemerintah punya efek berganda (multiplier effect) yang besar.
Sebelumnya, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menjelaskan, penurunan pertumbuhan ekonomi bukan hanya terjadi di NTB, namun pertumbuhan ekonomi terjadi kontraksi hampir di semua negara.
“Semua daerah itu rata-rata terjadi (penurunan pertumbuhan ekonomi), karena situasi ekonomi globalnya mempengaruhi itu,” kata Iqbal, Kamis, 8 Mei 2025.
Karena itu, Iqbal berharap dengan situasi seperti ini, promosi pada berbagai bidang lainnya harus digencarkan. Salah satunya, memperbanyak event-event meetings, incentives, conventions and exhibitions (MICE).
“Termasuk salah satunya adalah Indonesia Gastrodiplomacy Series (IGS) 2025 yang tengah berlangsung hari ini. Hasil dari promosi ini bisa kita lihat tahun depan,” ungkap Iqbal.
“Jadi nanti ada program kita akan membagikan ke mereka video-video, foto-foto perjalanannya untuk mereka upload di medsos mereka juga,” pungkasnya. (*)