ADVERTORIAL

14 Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi NTB Dilantik

Mataram (NTB Satu) – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengawas Ketenagakerjaan Indonesia (APKI) NTB telah mengukuhkan sebanyak 14 Pengawas Ketenagakerjaan masa bakti 2021 hingga 2024. Pelantikan tersebut dipimpin Ketua Umum DPD APKI, Dr. Sudi Astono di Hotel Jayakarta, Kamis, 23 Februari 2023.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB sekaligus Dewan Pembina APKI NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M. H., mengatakan, fungsi asosiasi adalah melakukan konsolidasi sehingga setiap pengawas ketenagakerjaan dapat bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan kode etik dan kewenangan.

Menurut Gede, resep untuk menjadi pengawas ketenagakerjaan yang baik dan benar ialah dengan melaksanakan tugas secara baik. Pengawas ketenagakerjaan mesti memiliki integritas.

“Jangan mau diiming-imingi materi. Apabila anda jujur, maka akan menjadi pribadi yang merdeka dan tidak dapat ditekan oleh pihak manapun,” tegas Gede di hadapan pengawas ketenagakerjaan.

Menurut Gede, mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi pengawas letenagakerjaan adalah hal wajib. Batasan tupoksi di sini adalah kewenangan. Maka dari itu, pengawas ketenegakerjaan dapat menjadi contoh.

“Ketika pengawas tidak menjadi contoh, maka orang yang diawasi akan bertindak sewenang-wenang. Perlu juga diingat bahwa dalam setiap bekerja, pengawas jangan melampaui kewenangan. Karena, sanksinya akan berat,” ujar Gede.

Lebih lanjut, Gede menekankan bahwa pengawas ketenagakerjaan mesti mengedepankan norma ketenagakerjaan dan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

“Jika pengawas ketenagakerjaan bisa memegang dua aspek tersebut, maka perlindungan kepada masyarakat bisa terjamin dan meninggalkan legacy yang baik untuk masyarakat sehingga mewujudkan NTB Gemilang dan Indonesia Maju bukan hal yang sulit,” tutur Gede.

Gede menjelaskan, dalam melaksanakan norma kerja dan K3 harus dilakukan melalui pendekatan preventif dan represif. Preventif lebih menekankan pada aspek pembinaan, pengawalan, dan edukasi. Di sinilah pentingnya perencanaan pengawasan. Apabila masih melanggar ketentuan, maka perlu langkah represif atau penegakan hukum.

“Ke depan tantangan dan dinamika ketenagakerjaan akan terus berkembang. Pengawas harus menjadi contoh dalam penegakan aturan. Gunakan organisasi yang ada untuk memperkuat fungsi pengawasan ketenagakerjaan,” tutup Gede.

Sementara itu, Ketua Umum DPD APKI Indonesia Dr. Sudi Astono mengatakan, pembentukan DPD APKI berdasarkan Permenpan RB Nomor 30 tahun 2020 yang menyatakan bahwa setiap fungsional ASN perlu memiliki asosiasi.

“APKI berdiri sudah lama sebelum adanya Permenpan RB. APKI sudah melaksanakan empat kali Musyawarah Nasional (Munas) dan Munas terakhir tahun 2020,” terang Sudi.

Sudi menjelaskan, berdirinya APKI didukung oleh tiga unsur, yaitu anggota biasa yang terdiri dari fungsional pengawas ketenagakerjaan, anggota kehormatan yang terdiri dari kepala dinas, kepala daerah hingga menteri, dan anggota luar biasa yang bisa berasal dari orang yang berkontribusi terhadap pengawasan ketenagakerjaan.

“Dengan adanya berbagai unsur ini, maka DPD APKI harus melakukan kolaborasi, koordinasi, dan bersinergi dengan seluruh unsur yang terlibat baik dengan internal APKI maupun stakeholder lainnya. Dalam melaksanakan tupoksi fungsional pengawas ketenagakerjaan, APKI juga harus mengacu pada kode etik ASN dan kode etik pengawas ketenagakerjaan,” pesan Sudi.

Dalam AD/ART DPD APKI ingin mewujudkan pengawas yang hebat dan bermartabat. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu bentuk upayanya adalah mengikuti perkembangan revolusi industri 5.0 dengan menggunakan teknologi informasi dalam melakukan pengawasan.

Saat ini, pemerintah pusat sedang mendesain sistem pola pengawasan online, dengan nama Norma 100. Sistem tersebut dirancang untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan terhadap norma ketenagakerjaan. Hasil dari Norma 100 akan menjadi pertimbangan perusahaan yang akan dikunjungi langsung oleh pengawas ketenagakerjaan.

“Saat ini jumlah perusahaan di seluruh Indonesia mencapai 20 juta perusahaan, sedangkan jumlah pengawas hanya berjumlah 1.500 orang. Dengan menggunakan Norma 100, itu dapat membantu pekerjaan para pengawas untuk meningkatkan fungsi pengawasan,” ujarnya.

Kepada jajaran DPD APKI NTB, Sudi berpesan untuk selalu meningkatkan soliditas dan meningkatkan kinerja, baik kedinasan maupun keorganisasian. Selain itu, APKI NTB harus melaksanakan Rakerda Pengawasan dan Rakerda APKI.

“Dengan adanya organisasi profesi, setiap elemen bisa saling bersinergi dan bisa membangun kemitraan dengan stakeholders,” pungkas Sudi. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button