Mataram (NTBSatu) – DKPP menggelar sidang putusan terhadap aduan terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2024.
Aduan ini terbagi dalam empat laporan dengan nomor perkara sebagai berikut:
Pertama, nomor 135-PKE/DPP/XII/2023,
Kedua nomor 136-PKE/DKPP/XII/2023
Ketiga nomor 137-PKE/DKPP/XII/2023,
dan Terakhir nomor 141-PKE/DKPP/XII/20.
Pengaduan ditujukan kepada Ketua dan enam Anggota KPU RI, yakni Hasyim Asy’ari, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, menjatuhkan vonis terhadap Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, karena melanggar kode etik dan memberikan peringatan keras terakhir. Sementara enam komisioner KPU lainnya menerima peringatan keras atas perkara nomor 135-PKE/DPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023.
Heddy Lugito menyampaikan agar pihak KPU melaksanakan putusan tersebut.
Berita Terkini:
- Tebar Qurban 2025, Bank NTB Syariah Salurkan 66 Ekor Sapi ke Seluruh Wilayah NTB
- Dianggap Menghina di Grup WhatsApp, Emak-emak Divonis 10 Bulan Penjara
- Bawa 242 Penumpang, Pesawat Air India Jatuh saat Lepas Landas
- Beatriff Rilis Buku “(Se-)Putar Musik”, Jadi Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif
“KPU harus melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan.” ungkapnya, Senin, 5 Februari 2024 dikutip dari live youtube DKPP.
“Memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi putusan ini,” tegasnya
Sekadar informasi, Ketua dan komisioner KPU diadukan perihal penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden pada tanggal 25 Oktober 2023 yang dinilai pengadu hal itu tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden karena KPU belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/202.
Atas hal tersebut, pengadu menduga tindakan para teradu yang membiarkan Gibran Rakabuming Raka terus menerus mengikuti tahapan pencalonan tersebut telah jelas-jelas melanggar prinsip berkepastian hukum. (SAT)