Daerah NTBHEADLINE NEWSPolitik

DKPP Terima 18 Aduan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di NTB Sepanjang 2024 hingga Awal 2025

Mataram (NTBSatu) – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat, secara nasional terdapat sebanyak 790 pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) selama tahun 2024.

Anggota DKPP RI, Muhammad Tio Aliansyah menyampaikan, dari total pengaduan yang pihaknya terima, sebanyak 237 perkara telah selesai melalui tahap putusan dan sidang.

Sementara di NTB, terdapat sebanyak 18 aduan yang masuk ke DKPP terkait dugaan pelanggaran kode etik. Baik pada tahapan penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada Serentak 2024.

Adapun 18 aduan tersebut masuk pada tahun 2024 dan 2025. Pada tahun 2024 terdapat 16 aduan. Sedangkan, tahun 2025 hanya dua aduan.

Belasan aduan yang masuk di DKPP pada tahun 2024 tersebar di masing-masing empat di Lombok Tengah dan Lombok Timur. Kemudian, Lombok Utara dan Dompu masing-masing tiga aduan. Serta, masing-masing satu aduan dari Kabupaten Lombok Barat dan Sumbawa.

IKLAN

“Sementara dua aduan pada tahun 2025 berasal dari masing-masing satu dari Kabupaten dan Kota Bima,” jelas Tio, Sabtu, 8 Februari 2025.

Tiga sanksi jika terbukti melanggar kode etik

Pria kelahiran Jakarta ini menjelaskan, aduan tersebut masih dalam proses pemeriksaan. Belum berlanjut hingga persidangan. Selain karena masih banyak antrean, pengadu juga harus melengkapi seluruh syarat administrasi.

Di sisi lain, ujar Tio, sejumlah aduan tersebut belum tentu bisa dilakukan sidang pemeriksaan. Pasalnya, untuk menuju sidang pemeriksaan harus melewati beberapa tahapan. Berupa verifikasi administrasi, dan verifikasi materi.

“Kita butuh proses di internal dulu. Misalnya, dari 16 aduan itu bisa jadi yang akan dilakukan sidang pemeriksaan itu hanya empat atau lima aduan. Tergantung hasil verifikasi,” jelas Tio.

Sidang DKPP, lanjut Tio, bisa dengan tiga model. Di antaranya melalui perkataan langsung atau tatap muka, media konferensi, atau dengan platform zoom.

“Kalau yang dilaporkan kasus di Jakarta, pemeriksaannya bisa langsung di pusat. Kalau terkait penyelenggara pemilu di daerah bisa disidang di daerah, kalau ada anggarannya. Sebab, DKPP ada tim pemeriksanya di daerah,” ungkap Tio.

Dari aduan-aduan tersebut, apabila terbukti melakukan pelanggaran kode etik tersebut maka akan mendapatkan sanksi. Bahkan, berujung pada pemecatan.

Sanksi bagi penyelenggara yang terbukti melanggar kode etik ada tiga. Di antaranya teguran tertulis, meliputi peringatan, peringatan keras, dan peringatan keras terakhir.

Kemudian, pemberhentian sementara, akan diberikan kepada pengadu yang terbukti melanggar secara administrasi.

Terakhir, pemberhentian tetap. Ada pemberhitan tetap sebagai angota, pemberhentian tetap sebagai ketua devisi, dan pemberhentian sebagai ketua.

“Kalau kasusnya adalah politik uang, merubah hasil atau perpindahan kursi, itu tidak ada tawar menawar lagi. Karena masuk dalam pelanggaran berat. Sehingga, sanksinya pemberhentian tetap,” tanadas mantan Anggota KPUD Lampung ini. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis Pemerintahan & Politik

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button