HEADLINE NEWSHukrim

Kasus “Walid Doraemon” di Mataram: Adik Dijual, Tersangka Diperas

Mataram (NTBSatu) – Perempuan di Kota Mataram diduga jual adik kepada pengusaha inisial MMA alias “Walid Doraemon”, menjadi tersangka. Tak hanya menjual adik, perempuan inisial ES itu diduga memeras sesama tersangka.

Hal itu terungkap saat proses Polda NTB melakukan rekonstruksi pada Jumat, 20 Juni 2025.

Kuasa hukum tersangka MAA, Muhamad Sapoan mengaku jika kliennya diperas tersangka ES alias Memei ratusan juta.

“Jadi Memei meminta uang ke MMA sebesar Rp125 juta dan sudah diberikan melalui transfer dan cash,” ujarnya.

IKLAN

Transfer-an dan pemberian tunai tersebut sebanyak puluhan kali, lengkap bukti pengiriman dan kwitansi.

Kuasa hukum menjelaskan, selain tersangka ES, kakaknya inisial H juga turut memeras MAA. “Jadi, kami sudah punya foto-fotonya,” jelasnya.

Tidak hanya itu, sambung Sapoan, berdasarkan pengakuan Memei bahwa yang bersangkutan juga menyebut adanya oknum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram turut meminta duit untuk menutup kasus ini.

IKLAN

“Katanya (Memei) untuk menutup kasus ini. Memei yang menyebut untuk oknum LPA agar menutupi kasusnya ini. Karena klien kami sudah tidak bisa memberikan uang, barulah si Memei bisa melaporkan klien kami,” bebernya.

Tanggapan LPA Kota Mataram

Terpisah, Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi membantah tegas tudingan yang menyebut lembaga telah memintai sejumlah uang kepada tersangka. Ia menjelaskan bagaimana kronologis pihaknya mendalami kasus ini.

Bermula pada 23 April 2025 lalu. LPA Kota Mataram berkoodinasi dengan Polda NTB. Namun saat itu mereka tidak menemukan keberadaan MMA.

IKLAN

LPA selanjutnya melakukan investigasi di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram. Hasilnya mereka menemukan seseorang bernama “Andi’.

“Ada nama Andi tapi tidak ada identitasnya,” jelas Joko.

Ia pun merasa curiga. Kuat dugaan bahwa Andi ini bukan lah orang biasa. Andi terindikasi seorang pejabat atau pengusaha.

Tidak lama kemudian, ES dan salah seorang keluarganya mendatangi Joko dan bertanya mengenai penghentian perkara.

“Pak, kalau kasus ini berapa saya harus bayar, kalau kasus ini dihentikan. Itu ceritanya,” ujar akademisi Universitas Mataram (Unram) ini mengutip ucapan tersangka.

“Saya nggak mau. Kita hanya jawab, ‘kamu buka nama andi ini siapa’. Itu tidak dijawab sampai akhir,” sambung Joko.

Belakang diketahui, jika Andi merupakan MAA. Ia pernah memberikan uang Rp100 juta kepada ES. Tujuannya, agar kasus dugaan kekerasan seksual tersebut tidak berlanjut di kepolisian.

“Tetapi si Memei ini alasannya di kepolisian, mengaku menerima Rp25 juta untuk ngelobi LPA,” ungkapnya.

Menurut Joko, tindakan seperti ini bukan hal baru bagi LPA untuk menghentikan perkara. Termasuk mencatut nama lembaga. Namun, ia mempersilakan melapor jika memang benar memiliki bukti bahwa pihaknya menerima duit dari tersangka.

Ketua Kondisi Disabilitas Daerah (KDD) itu meyakini jika LPA tidak mungkin ‘main mata’ dalam persoalan kekerasan seksual. Karena sepanjang pengalamannya, tim LPA Kota Mataram tidak pernah bertemu seseorang hanya sendirian. Selalu bersama bergerombolan.

“Pasti ketika pertemuan tidak ada yang sendirian. Kalau memang bisa dibuktikan, silakan,” tegasnya.

Penetapan Tersangka dan Olah TKP

Sebagai informasi, “Walid Doraemon” alias MAA menjadi tersangka dugaan kekerasan seksual terhadap anak.

Kasubdit IV Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati menyebut, penetapan tersangka setelah melakukan setengah penyidikan. Kasus ini berkaitan dengan kasus kakak “jual” adik beberapa waktu lalu.

Kejadian bermula pada Juni 2024. Kakak kandung korban insial ES membawa adiknya ke sebuah hotel Lombok Raya di Kota Mataram untuk bertemu tersangka MAA. Setelah bertemu, terjadilah tindakan eksploitasi anak tersebut hingga korban hamil. Om-om hidung belang itu menyetubuhi korban yang saat kejadian duduk di bangku kelas 6 SD.

“Tersangka ES meninggalkan korban dengan MAA di kamar hotel,” jelasnya.

Modus ES, ia mengajak dan menjanjikan akan memberikan adiknya hadiah jika mengikuti permintaannya. Persetubuhan terhadap korban sudah berjalan selama beberapa kali.

Dari “transaksi” itu, tersangka MAA memberikan uang Rp8 juta kepada ES dan adiknya.

Penyidik menilai ES melakukan tindak pidana eksploitasi seksual atau ekonomi terhadap anak sebagaimana pasal 12 UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS atau Pasal 88 Jo Pasal 76i UU RI nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Sementara MAA sebagaimana pasal 12 UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS atau Pasal 88 Jo Pasal 76i Undang-Undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan UU RI nomor 23 tahun tentang perlindungan anak. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.

Polda NTB pun melakukan rekonstruksi di Hotel Lombok Raya dan Hotel Kenda pada Jumat, 20 Juni 2025. Para tersangka melakukan puluhan reka adegan. Peran korban digantikan oleh boneka doremon.

“Ini bagian dari rangkaian penyidikan,” tandas Puja. (*)

Berita Terkait

Back to top button