Mataram (NTB Satu) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) meniadakan tes baca, tulis, dan hitung (calistung) menjadi syarat masuk SD/MI sederajat. Kebijakan tersebut diambil untuk mengakhiri miskonsepsi yang masih sangat kuat di masyarakat.
Pasalnya, saat ini kemampuan yang dibangun pada anak di PAUD masih sangat berfokus pada calistung. Kemampuan itu juga dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar dan menjadi syarat masuk ke jenjang sekolah berikutnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, pengajaran calistung pada anak menggunakan metode yang salah.
“Selama ini metode pengajaran calistung secara instan dan itu salah. Hal tersebut membuat anak menganggap sekolah menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan,” ungkap Nadiem, Selasa, 28 Maret 2023.
Tidak hanya menjadi tidak menyenangkan, kata Nadiem, namun juga memberikan sejumlah konsekuensi pada anak.
“Konsekuensi yang paling menakutkannya yakni anak merasa bahwa belajar itu tidak menyenangkan sejak dini. Jika anak merasakan bahwa belajar bukan proses yang menyenangkan dari masa PAUD, maka akan sangat sulit memutar balikannya,” jelasnya.
Selain itu, konsekuensi lainnya adalah kehilangan kemampuan regulasi emosional seorang anak. “Kemampuan regulasi emosi bahkan lebih penting dari calistung. Sebab, berhubungan dengan kemampuan komunikasi dan belajar anak di kemudian hari,” tambah Nadiem.
Untuk mengakhiri miskonsepsi tersebut, Nadiem menyampaikan empat fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran. Pertama, transisi PAUD ke SD perlu berjalan dengan mulus. Proses belajar mengajar di PAUD dan SD/ MI/ sederajat kelas awal harus selaras dan berkesinambungan.
Kedua, setiap anak memiliki hak untuk dibina agar kemampuan yang diperoleh tidak hanya kemampuan kognitif.
“Bukan hanya kognitif, anak-anak juga berhak mendapatkan kemampuan holistik seperti kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya,” ujar Nadiem.
Berikutnya, fokus ketiga terkait kemampuan dasar literasi dan numerasi harus dibangun mulai dari PAUD. Kemampun itu dibangun secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan. Keempat, “siap sekolah” merupakan proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak. Setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan masing-masing saat memasuki jenjang SD. Maka, tidak dapat disamaratakan dengan standar atau label-label tertentu.
“Siap sekolah adalah proses, bukan hasil. Bukan sekadar pemberian label antara anak yang sudah siap atau belum siap sekolah,” jelas Nadiem.
Adapun target capaian dari program transisi ini. Pertama, satuan pendidikan perlu menghilangkan tes calistung dari proses penerimaan pada SD/ MI/ sederajat. Hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar.
“Masih ada anak-anak yang belum pernah mendapatkan kesempatan belajar di satuan PAUD. Sangat tidak tepat apabila anak diberikan syarat tes calistung untuk dapat mendapatkan layanan3 pendidikan dasar,” ungkap Nadiem.
Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua pekan. “Jadi anak itu pertama kali masuk PAUD ada masa orientasi dua minggu, ada masa perkenalan. Anak itu masuk SD, ada juga dua minggu masa perkenalan tersebut,” lanjut Nadiem
Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/ sederajat perlu mengimplementasikan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak. Pertama, nilai agama dan budi pekerti. Kedua, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi.
Lalu, kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar. Kemudia, kemampuan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi.
Selain itu, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri. Terakhir, pemaknaan terhadap belajar yang positif.
“Kemampuan pondasi tersebut dibangun secara berkelanjutan. Dari PAUD hingga kelas 2 SD. Untuk itu, standar kompetensi lulusan bagi PAUD tidak dirancang per usia. Namun sebagai capaian yang perlu dicapai di akhir fase dan dapat dipenuhi hingga kelas dua SD. Serta tidak ada evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD,” tegas Nadiem. (JEF)