Lombok Timur (NTBSatu) – Anggota Komisi III DPRD NTB, Nashib Ikroman alias Acip, tanggapi kekalahan Pemprov NTB dalam menyelamatkan aset daerah, yaitu lahan di atas bangunan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.
Achip menilai, langkah hukum Pemprov NTB dalam menyelamatkan aset daerah sangat lemah. Hal itu setelah Mahkamah Agung (MA) menggugurkan upaya hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen lahan yang kini berdiri Kantor Bawaslu NTB.
“Untuk kantor Bawaslu dan Gedung Wanita, Pemprov NTB sebaiknya segera mencari jalan agar aset daerah bisa selamat. Kasus ini sebenarnya dampak dari langkah hukum Pemprov yang tidak memadai,” kata Acip via WhatsApp, Minggu, 15 Juni 2025,
Menurut Acip, pembuktian keaslian dokumen seharusnya Pemprov NTB sejak awal gugatan atas aset itu berjalan, bukan setelah gugatan inkrah.
Sebelumnya, MA menyatakan terdakwa Ida Made Singarsa tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen atas lahan tersebut.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo, membenarkan bahwa perkara tersebut telah MA putuskan. Meski begitu, pihaknya belum menerima salinan resmi putusan.
“Putusan kasasinya memang sudah terbit di website MA. Tapi berkasnya belum kami terima. Jadi belum bisa kita eksekusi,” jelas Kelik.
Ia menyatakan, eksekusi terhadap lahan baru bisa dilakukan setelah Ketua PN Mataram menerima dan mempelajari salinan lengkap putusan MA. “Setelah itu, kami akan memanggil kedua belah pihak,” tambahnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding menyatakan Ida Made Singarsa bersalah menggunakan surat palsu. Terdakwa mendapat hukuman enam bulan penjara di tingkat pertama, dan lima bulan penjara di tingkat banding berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHP. Namun, MA membatalkan putusan tersebut di tingkat kasasi.
Riwayat Kasus
Kasus ini bermula saat Ida Made Singarsa menggugat Pemprov NTB, Ketua Bawaslu NTB, dan Pemkab Lombok Barat. Ia mengklaim bahwa lahan tempat berdirinya Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita adalah tanah warisan dari almarhum ayahnya, Ida Made Meregeg.
MA mengabulkan gugatan tersebut setelah sebelumnya ditolak pada tingkat pertama. Pemprov NTB sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun MA kembali menolak permohonan itu.
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap bahwa Pemprov NTB mengklaim lahan itu sebagai aset negara berdasarkan dokumen pinjam pakai antara orang tua Ida dan Bupati Lombok Barat tahun 1964.
Pinjam pakai tersebut berlaku selama 20 tahun hingga 1984, namun hingga kini Pemprov belum mengembalikan lahan tersebut.
Pemprov NTB kemudian meragukan keaslian surat pinjam pakai tersebut. Mereka menilai surat itu tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti PP No. 40 Tahun 1996 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).
Selain itu, Pemprov menemukan perbedaan tanda tangan Bupati Lombok Barat pada surat penggugat dan tergugat. Pemerintah pun melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Dit Reskrimum Polda NTB, yang berujung pada penetapan Ida Made Singarsa sebagai tersangka.
Namun, dengan keputusan kasasi MA yang menyatakan Ida tidak bersalah, Pemprov NTB kini berhadapan dengan ancaman kehilangan aset strategis yang telah lama mereka gunakan untuk kepentingan publik. (*)