SP Barang, Ulah Siapa?

Selain kedatangan barang, proyek pengadaan Smart Class menjadi tanda tanya karena terdapat Surat Pesanan (SP) yang diterbitkan Dinas Dikbud NTB. Padahal, proyek itu tidak ada dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Lagi-lagi pejabat Dinas Dikbud NTB tak mengetahui penerbitan SP tersebut. Salah satu pejabat internal menegaskan, surat SP itu jelas bodong.
“Setahu saya untuk pengadaan, format suratnya melalui Kadis. Ada tandatangan atau minimal paraf di sana. Atau lewat Sekretaris Dinas. Tetapi ini tidak ada, PPK sendiri langsung,” ungkap sumber kepada NTBSatu, Selasa, 11 Maret 2025.
Format surat tersebut, lanjutnya, berlaku untuk seluruh bidang maupun sekretariat di Dinas Dikbud NTB.
Hingga kini, pihak dinas telah mencoba meminta klarifikasi kepada LS selaku PPK. Namun, belum ada jawaban.
“Sampai sekarang tidak ada. Terakhir komunikasi awal Februari saat membahas DAK di BPKAD,” kata Plt Kabid SMA, Supriadi kepada NTBSatu, Kamis, 13 Maret 2025.
LS masuk kategori orang paling dicari saat ini. Baik di kalangan internal Dikbud NTB, lebih-lebih rekanan yang berkaitan langsung dengan proyek melalui “pintunya”.
Modus COD Diduga Fiktif
Bantahan terkait order smart board oleh pihak Dikbud NTB bukan kali ini saja terlontar. Sebelumnya, di depan pemeriksa Inspektorat NTB, para petinggi instansi yang berkantor di jalan Pendidikan Mataram ini, membantah sudah menerima dan mendistribuskan papan digital ke sekolah sekolah. Barang itu memang tidak pernah ada.
“Barang-barang tersebut juga tidak diterima, dicatat maupun didistribusikan kepada sekolah. Karena, tidak ada kegiatan tersebut dalam DPA Dinas Dikbud,” jelas Pelaksana Harian (Plh) Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Wirawan Ahmad, Kamis, 23 Januari 2025.

Proyek ini, jika disederhanakan modusnya ibarat praktik Cash on Delivery (COD) fiktif. Kesepakatan hanya terjadi antara pemesan dengan toko online penyedia barang.
Tapi barang dikirim ke konsumen yang tak membutuhkan produk tersebut. Bahkan terkejut ketika barang sampai di rumah. Selain karena tidak butuh, juga lantaran tak punya uang membayar ke kurir.
Modus operandi yang tergolong aneh ini nyata terjadi pada proyek Smart Class. Informasi dari dua sumber berbeda menyebutkan, operasi ini hanya dijalankan dua orang.
LS yang berperan sebagai PPK proyek Smart Class, hanya cukup memastikan spesifikasi dasar produknya. Harga yang ditentukan Rp200 juta per unit, sedikit melebihi harga pasar agar ada fleksibilitas bagi calon kontraktor atau penyedia.
Lantas kemudian LS diduga kongkalikong dengan SY, salah seorang staf fungsional untuk input data lelang di Kantor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
SY kemudian melakukan input secara manual ke dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) atas koordinasi dengan PPK Bidang SMA, LS. Bahkan, PPK telah menunjuk rekanan dan berkontrak dengan tiga rekanan untuk pengadaan perangkat Smart Class ini.
Skandal ini terungkap salah satunya dari hasil pemeriksaan Inspektorat NTB beberapa waktu lalu. Petugas input masuk ke akun Lelang Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), kemudian melakukan login data secara manual.
Sehingga, lelang terbit Tanggal 15 November 2024 pada laman https://lpse.ntbprov.go.id/, diumumkan satu paket pengadaan, dinas berkontrak dengan tiga penyedia engan total nilai Rp49 miliar.

Kebingungan juga hinggap di Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Provinsi NTB, Roni Yuhaeri. Ia sama sekali tak tahu terkait upload proyek Smart Class di LPSE, meski ia adalah atasan Biro itu. Ia mengaku baru mengetahuinya dari media.
“Kita tahunya dari media malah, saat kita cek ternyata ada kegiatan itu (di LPSE),” kata Roni ditemui NTBSatu di Mataram, Jumat, 7 Maret 2025.
Tidak seorang pun di Biro pernah koordinasi dengannya terkait upload di LPSE tersebut. “Ini menjadi evaluasi yang harus kami lakukan,” sesalnya.
Terungkap, oknum yang diduga melakukan upload data ke LPSE adalah salah satu pegawai di Biro PBJ inisial SY. Ia membenarkan pegawai inisial SY, tapi perbuatannya luput dari monitoringnya.
“Kalau itu saya tidak tahu. Tapi Pak SY memang ada di PBJ,” ujarnya.
Roni menegaskan, akan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan jika terbukti terlibat skandal input data pengadaan LPSE fiktif.
Pemain Karakter Film Parasite
Parasite adalah film drama Korea Selatan yang meraih Oscar pada 2020, setahun setelah dirilis dan trending selama sepekan.
Mengisahkan keluarga miskin Kim Ki Taek (Song Kang Ho). Kesempatan memperbaiki keadaan ekonomi ketika anak laki-laki tertua, Kim Ki Woo diterima jadi guru privat di keluarga Park.
Intrik dimulai dari sini. Kim merancang simbiosis paratisme terhadap keluarga Park yang kaya tapi polos. Mereka mengeksploitasi keluarga Park, diawali dengan menyingkirkan semua pekerja lama di rumah itu dan mengganti dengan keluarga Kim. Tentu saja, demi menggarong uang keluarga Park.
Menemukan relasi kuat film ini dengan intrik pada proyek Smart Class dapat dilihat dari pola yang dimainkan para aktor. Kecerdikan para pelaku mengkesploitasi peluang lewat informasi digital dengan indikasi memanipulasi data LPSE.
Mereka laiknya keluarga Kim yang mengelabui kontraktor luar daerah NTB yang mudah percaya seperti Pak Park.

Kebetulan, korban mereka adalah rekanan tajir namun “polos”. Korban kontraktor tergiur dengan nilai kontrak fantastis, apalagi para aktor berstatus pejabat di lingkup Pemprov NTB. Celakanya, mereka tak memastikan sistem itu telah direncanakan dan tertuang dalam dokumen DPA.
Dari tiga kontraktor yang mengajukan penawaran, paling serius PT Anugerah Bintang Meditama membuat kesepakatan dengan PT Asrii Berkah Mandiri.
Mereka akhirnya sadar terkena perangkap intrik para aktor proyek Smart Class setelah papan literasi digital senilai Rp14 Miliar ditolak Dikbud NTB. Uang fee Rp5,2 Miliar masih menguap. Belum lagi transaksi Rp2 Miliar dari kontraktor berbeda dengan orang yang sama.
Hingga Lipsus ini terbit, kabarnya mereka sedang melakukan berbagai upaya agar uangnya kembali. Termasuk upaya hukum.
Jika lelang ini benar benar fiktif, maka akan jadi skandal terbesar dalam dunia lelang proyek di NTB bahkan Indonesia. Ungkapan itu dilontarkan AW, salah satu kontraktor yang nyaris input penawaran ke sistem LPSE Smart Class. “Ini gila, belum pernah terjadi di Indonesia,” katanya heran. (*)
Tim Lipsus NTBSatu
Penanggung Jawab: Haris Mahtul
Tim Lipsus: Haris Mahtul, Zulhaq Armansyah, Muhammad Yamin
Tim Support, Mataram: Zhafran Zibral, M. Khairurrizki. Jakarta: Alan Ananami.