Mataram (NTBSatu) – Aroma Lebaran 2025 yang biasanya semarak kini terasa lebih suram. Proyeksi perputaran uang selama musim Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah pun merosot tajam dibandingkan tahun lalu.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang membeberkan, perkiraan peredaran uang selama momen Lebaran tahun ini hanya mencapai Rp137,9 triliun. Nyungsep Rp19,4 triliun dari angka Rp157,3 triliun pada 2024.
“Penyebabnya, sederhana, salah satunya jumlah pemudik berkurang drastis,” ujarnya melansir IDX Channel, Senin, 31 Maret 2025.
Selain itu, Kementerian Perhubungan mencatat jumlah pemudik Lebaran 2025 hanya sekitar 146,48 juta orang. Anjlok 24 persen dari 193,6 juta orang pada tahun 2024.
Bukan cuma jumlah pemudik yang berkurang, kantong masyarakat juga makin cekak.
Ekonom INDEF, Eko Listiyanto menyoroti, dua biang kerok utama penyebab terjadinya hal tersebut. Yakni daya beli masyarakat yang terus melemah dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor manufaktur yang semakin menggila.
Contohnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi tutup Sabtu, 1 Maret 2025. Lebih dari 10 ribu orang terkena PHK dalam penghentian operasi perusahaan yang sudah berdiri sejak 1966 itu.
“Kalau daya beli turun, belanja ikut seret. Banyak yang akhirnya memilih bertahan di kota mereka karena kondisi keuangan yang nggak memungkinkan untuk mudik,” ujar Eko.
Bahkan, Ramadan yang biasanya identik dengan konsumsi tinggi, kini justru mengalami stagnasi. Penjualan kebutuhan pokok dan fesyen tak seheboh tahun-tahun sebelumnya. Menandakan masyarakat lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka.
Fenomena ini menjadi alarm bagi perekonomian nasional di kuartal pertama 2025.
Pengamat Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mendesak pemerintah segera turun tangan dengan kebijakan yang pro-konsumsi.
“Stimulus seperti diskon tiket transportasi atau insentif belanja harus segera digulirkan. Kalau dibiarkan, dampaknya bisa lebih buruk bagi ekonomi,” tegas Nailul.
Pemerintah tetap optimis
Di sisi lain, pemerintah tetap optimistis. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menilai, lebaran tetap akan menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Meski menghadapi tantangan berat.
“Kita tetap melihat lebaran sebagai momentum yang dapat mendorong ekonomi nasional,” katanya.
Namun, optimisme saja tak cukup. Jika tak ada langkah konkret untuk menyelamatkan daya beli rakyat, jangan kaget jika roda ekonomi semakin melambat.
Pemerintah dan dunia usaha perlu segera menyusun strategi jitu agar Indonesia tak terjebak dalam jebakan ekonomi yang makin pelik. (*)