Eks Kepala Balai PUPR NTB Diperiksa BPKP Kasus Sewa Alat Berat

Mataram (NTBSatu) – Eks Kepala Balai Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok Dinas PUPR NTB, Ali Fikri kembali menjalani pemeriksaan di Polresta Mataram.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili membenarkan pemeriksaan terhadap Ali Fikri. Ia menyebut, pemeriksaan itu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
“Iya, diperiksa BPKP NTB di ruang Unit Tipikor,” katanya, Senin, 30 Juni 2025.
Regi menjelaskan, pemeriksaan kedua terhadap kepala balai ini untuk memperkuat proses penyidikan dan kerugian keuangan negara.
Sementara, Ali Fikri mengaku menjalani pemeriksaan setelah salat Zuhur sekitar pukul 14.00 Wita. Kepada wartawan, ia membantah adanya aliran uang kepada sang istri yang menjadi ASN Pemprov NTB.
“Tidak ada seperti pemberitaan kemarin (ada aliran uang ke istri). Apalagi disebut uang haram. Tidak ada itu,” jelasnya, usai keluar dari ruang pemeriksaan.
Ali mengakui, istrinya memang pernah berurusan dengan Efendi. Pria selaku penyewa alat berat pernah meminjam uang ratusan juta kepada istrinya untuk berusaha. Dengan begitu, Ali memastikan jika pengiriman uang ke rekening pasangannya berkaitan dengan bisnis. Bukan perihal sewa menyewa.
“Jadi, tidak ada,” ungkapnya.
Selian itu, Ali Fikri turut berkomentar terkait adanya perbedaan dokumen antara pihak balai dengan penyewa, Efendi terkait kontrak sewa alat berat. Versi balai, kontrak penyewaanya hanya berlangsung selama 25 hari. Sementara pendapat Efendi waktu penyewaan selama 125 hari.
“Saya tidak ada tanda tangan untuk waktu 125 hari,” tegasnya, sembari mengungkap hanya satu alat berat yang disewakan.
Ali membeberkan proses alur penyewaan di tahun 2021. Kontrak awal hanya persewaan. Namun dalam perjalanannya, alat berupa ekskavator rusak. Sebagai penyewa, sambung Ali, Efendi bersedia memperbaikinya.
“Makanya ada MoU bahwa dari kontrak sewa ke perbaikan alat berat. Jumlahnya Rp143 juta,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, kepolisian telah mengantongi dua calon tersangka. Sepanjang penyidikan, tim Unit Tipikor Sat Reskrim Polresta Mataram telah memeriksa sejumlah pihak. Selain Ali Fikri, ada juga Mantan Kadis dan Bendahara Dinas PUPR NTB.
Penyidik pun turut menelusuri aliran uang sewa ke istri Ali Fikri. Kepolisian menerima bukti transfer dari Efendi selaku penyewa.
“Ini yang kita dalami dan buktikan,” ungkap Regi.
Pemeriksaaan Sebelumnya
Penyidik sebelumnya memeriksa Ali Fikri dan istrinya, Rabu, 4 Juni 2025. Menyusul adanya perbedaan dokumen dari yang bersangkutan dengan Efendi. Dokumen Efendi berisi waktu penyewaan hanya selama 25 jam. Sementar dari pihak balai selama 125 jam.
Masalah lain, sambung Regi, terdapat perbedaan tanda tangan dalam kedua dokumen tersebut.
Penanganan dugaan korupsi sewa alat berat Balai Pemeliharaan sempat tersendat. Alasannya, karena Efendi beberapa kali mangkir dari panggilan kepolisian.
Penyidik telah menyerahkan sejumlah berkas ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kita juga sudah serahkan audit ke pihak BPKP dan masih mereka telaah,” ucapnya. Muncul perkiraan kerugian negara sebesar Rp4,4 miliar.
Dalam kasus ini, polisi turut memeriksa Mantan Kadis PUPR NTB Ridwansyah pada Kamis, 31 Oktober 2024. Penyidik juga mengamankan barang berat berupa ekskavator di Lombok Timur.
Barang berat itu kemudian diserahkan ke Kantor Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok di Ampenan, Kota Mataram.
Selain ekskavator, ada juga alat berat lain berupa mixer molen dan dum truk. Saat ini, kepolisian masih mencari tahu keberadaan dua alat bukti tersebut.
Sebagai informasi, sewa alat berat ini terjadi pada tahun 2021. Penyewanya adalah Muhamad Efendi. Akibat penyewaan tersebut muncul kerugian di internal Balai Pemeliharaan Jalan sebesar Rp1,5 miliar. Angka itu berasal dari harga alat berat yang belum ia kembalikan, seperti harga mobil molen, ekskavator, dan dum truk.
Polisi mengusut kasus korupsi tersebut berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)