Mataram (NTBSatu) – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di PT Victory Chingluh Indonesia memukul telak nasib 2.400 karyawan, mempertegas rapuhnya industri manufaktur di tengah tekanan ekonomi.
Sebagai salah satu pemain besar dalam pembuatan sepatu merek ternama seperti Nike, langkah drastis ini menunjukkan, perusahaan multinasional pun tidak kebal terhadap krisis.
Menurut seorang karyawan yang enggan disebutkan namanya, PHK ini karena penurunan pesanan produksi yang signifikan, sehingga banyak line produksi yang perusahaan hentikan.
Karyawan dari berbagai lini—baik baru, lama, hingga yang berusia lanjut—masuk dalam daftar PHK. “Benar ada PHK, termasuk mereka yang sudah sakit menahun atau absen lama,” ungkapnya melansir Pikiran Rakyat Tanggerang Kota, pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Dampak Luas dari Kebijakan PT Chingluh
Langkah ini tidak hanya berdampak pada ribuan buruh yang kehilangan penghasilan. Tapi juga mengguncang stabilitas sosial di sekitar wilayah operasional perusahaan.
Meski perusahaan menawarkan pesangon dua kali Penghitungan Masa Kerja (PMTK) dan waktu berpikir bagi karyawan, skema ini dinilai tidak cukup mengimbangi dampak psikologis dan ekonomi yang mereka alami.
Bahkan, pihak perusahaan menerapkan sistem “penawaran” yang membuat karyawan merasa tidak memiliki banyak pilihan.
Karyawan yang menolak PHK bisa kembali bekerja, namun tanpa jaminan situasi serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
Pembelaan di Media Sosial Soal PHK PT Chingluh Picu Kontroversi
Salah satu karyawan PT Victory Chingluh Indonesia, melalui akun TikTok pribadinya @aishwapramudia, menyampaikan pandangannya terkait isu PHK besar-besaran yang melibatkan perusahaan. Dalam unggahannya pada Minggu, 5 Januari 2025, ia menyebut, banyak pihak salah memahami kebijakan PHK yang perusahaan terapkan.
“Kayaknya banyak yang salah paham tentang isu PHK di PT Victory Chingluh. Jadi, sistem PHK itu ada kriterianya, dan PHK itu sudah mendapat kesepakatan perusahaan dan karyawan. Intinya, PHK itu sistemnya penawaran. Bagi karyawan yang termasuk dalam kriteria tersebut, bisa menerima atau menolak,” tulisnya.
Ia juga menegaskan, karyawan yang menolak PHK tetap boleh kembali bekerja sesuai tanggal yang sudah disepakati perusahaan. “Mereka mendapat waktu untuk berpikir. Kalau menolak, bisa kembali bekerja seperti biasa lagi,” lanjutnya.
“Jadi tolong ya teman-teman, jangan membuat berita yang tidak benar tentang Chingluh,” tulisnya menutup unggahan tersebut.
Namun, pembelaan ini justru menuai beragam reaksi. Banyak pihak menilai unggahan tersebut terkesan menggambarkan PHK sebagai solusi tanpa menyinggung dampak nyata yang dirasakan ribuan buruh.
Kritik muncul karena narasi ini dianggap mencoba meredam kritik terhadap kebijakan perusahaan tanpa mengakui betapa beratnya situasi yang para pekerja hadapu.
Sementara itu, serikat buruh PT Chingluh hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait kebijakan PHK ini. Sikap diam serikat buruh semakin mempertegas kerentanan posisi para pekerja.
Ironi di Balik Kejayaan PT Chingluh
Sebagai perusahaan asing yang bergerak di sektor padat karya, PT Victory Chingluh Indonesia selama ini terkenal sebagai salah satu produsen sepatu terkemuka.
Namun, keputusan PHK massal ini mencerminkan sisi gelap industri besar yang sering mengorbankan buruh demi efisiensi.
PHK besar-besaran ini bukan hanya sekadar angka, tetapi pukulan telak bagi ribuan keluarga yang bergantung pada pendapatan dari PT Chingluh. Di tengah kejayaan perusahaan yang memproduksi barang untuk merek global, nasib buruh lokal justru tergilas tanpa banyak pilihan.
Langkah PT Chingluh ini harus menjadi peringatan serius bagi dunia usaha dan pemerintah untuk memperkuat perlindungan bagi buruh. Sebab, di balik nama besar perusahaan, ada ribuan pekerja yang kini harus memulai kembali dari nol. (*)