HEADLINE NEWSHukrimPendidikan

Akademisi Unizar Sebut Ada Kerancuan Penggunaan Pasal pada Kasus Mantan Sekda NTB Rosiady

Mataram (NTBSatu) – Kabar jaksa menetapkan Mantan Sekda NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, sebagai tersangka dugaan korupsi NTB Convention Center (NCC) PT. Lombok Plaza, cukup mengguncang jagat maya NTB.

Kejati NTB menetapkan Rosiady sebagai tersangka pada Kamis, 13 Februari 2025, dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mantan Sekda NTB itu menjalani penahanan di Rutan Lombok Tengah selama 20 hari ke depan. Terhitung sejak Kamis, 13 Februari 2025.

Rosiady yang dituntut secara pidana memancing komentar akademisi Unizar, Dr. Ainuddin. SH.MH. Menurutnya, penggunaan pasal pidana dalam kasus tersebut terlihat rancu. Mengingat permasalahannya terkait wanprestasi kontrak.

“Kecuali pada kasus itu menimbulkan kerugian negara, sehingga prosesnya secara pidana. Tapi saya belum dengar kabar adanya kerugian,” ucap Ainuddin, Jumat, 14 Februari 2025.

IKLAN

Ia pun menyodorkan prinsip teori melebur dalam kasus tersebut. Yaitu ketika suatu keputusan atau tindakan administratif yang secara asal dikeluarkan oleh pejabat pemerintah, digunakan untuk mengesahkan atau mengeksekusi suatu perjanjian/kontrak, maka keputusan tersebut secara esensial ‘melebur’ ke dalam ranah hukum perdata.

“Artinya, meskipun yang mengeluarkan keputusan itu adalah pejabat publik, apabila tujuannya untuk menimbulkan hubungan hukum keperdataan, sengketa yang timbul seharusnya penegak hukum menyelesaikannya berdasarkan prinsip-prinsip kontrak dan wanprestasi, bukan dengan mekanisme hukum pidana,” jelasnya.

Sebelumnya, Kejati NTB juga menetapkan Mantan Direktur PT Lombok Plaza sekitar tahun 2012-2016 inisial DS sebagai tersangka pada Selasa, 7 Januari 2024.

Meskipun tak menyebut secara detail, akibat perbuatan DS muncul kerugian negara sebesar Rp15,2 miliar. Angka itu berdasarkan perhitungan auditor dari akuntan publik.

“Pengelolaan aset milik Pemprov NTB dengan PT Lombok Plaza ternyata ada penyimpangan, sehingga menimbulkan kerugian negara,” jelasnya.

Ringkasan Kasus NCC

Sebagai informasi, kasus ini merupakan pemanfaatan lahan NCC antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT. Lombok Plaza.

Tahun 2012, Pemprov NTB memiliki beberapa tanah yang berlokasi di Jalan Bung Karno, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Luasnya 31.963 meter persegi.

Tanah itu dikerjasamakan dengan PT. Lombok Plaza dalam bentuk Bangun Guna Serah (BGS).

Namun dalam proses kegiatannya, tidak berjalan sebagaimana yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). Sampai saat ini, hasil kerja sama bangunan gedung NCC belum ada wujud bangunannya dan lahan tersebut dalam penguasaan PT Lombok Plaza.

Selain itu, Pemerintah Provinsi NTB tidak pernah menerima kompensasi pembayaran dari PT. Lombok Plaza sebagaimana dalam perjanjian yang tertuang.

Muhammad Khairurrizki

Jurnalis Pemkab Lombok Timur

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button