Ekonomi Bisnis

OJK Ambil Alih Peraturan dan Pengawasan Aset Kripto Mulai 2025

Mataram (NTBSatu) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan peralihan peraturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), akan berlaku dalam waktu dekat.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi menyebut, peralihan ini akan berlaku paling lambat Januari 2025.

Peralihan peraturan dan pengawasan aset kripto ini sesuai dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang terbit Januari 2023 lalu.

IKLAN

“Selambat-lambatnya 2 tahun sejak Undang-undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) terbit. Jadi, akan terjadi peralihan paling lambat Januari 2025,” tutur Hasan menguti laman resmi IDX Channel, Minggu, 8 September 2024.

Hasan menjelaskan, OJK pun sudah secara intensif melakukan koordinasi dengan Bappebti dan Bank Indonesia. Dengan tujuan mengantisipasi dan menyiapkan segala sesuatu untuk mensukseskan, serta melancarkan peralihan tugas tersebut.

“Nanti akan ada minimum satu peraturan OJK yang akan mengatur tentang penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital dan kripto. Yang pada prinsipnya mengadopsi keseluruhan ketentuan yang sudah berlaku di Bappebti saat ini. Dan tentu kita melakukan penguatan di dalamnya,” kata Hasan.

Dalam implementasinya, OJK membentuk aturan pelaksanaan tentang perdagangan, laporan, pengawasan, serta aspek-aspek tata kelola dan perlindungan konsumen.

Ketentuan Permodalan Bursa dan Pedagang Aset Kripto

OJK menetapkan ketentuan baru terkait permodalan bursa dan pedagang aset kripto, yang bertujuan untuk memastikan kestabilan keuangan dan keamanan operasional.

Setiap bursa aset kripto wajib memiliki modal setoran minimal Rp500 miliar pada saat pengajuan izin usaha. Serta, mempertahankan ekuitas sebesar 80 persen dari modal tersebut.

Selain itu, dalam jangka waktu tiga bulan setelah mendapatkan izin, bursa wajib meningkatkan modal disetornya menjadi minimal Rp1 triliun atau 2 persen dari total nilai transaksi yang difasilitasi, mana yang lebih besar.

Sementara itu, pedagang aset kripto wajib memiliki modal setoran minimal Rp100 miliar dan mempertahankan ekuitas minimal Rp50 miliar.

“Kewajiban permodalan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku pasar memiliki sumber daya yang cukup guna menjalankan operasional dan memberikan perlindungan bagi konsumen,” tandas Hasan. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button