Ketika sudah pulang pun, dr. Fahmi masih bertanya-tanya pada dirinya mengapa bisa seberani dan seteguh itu mengambil keputusan untuk ikut menjadi relawan medis ke Gaza.
“Kalau di-flashback saya juga bingung, kok saya seberani dan seteguh itu. Cuman sebelum kami masuk, kita ingat kalau dalam Islam ada yang namanya jihad profesi dan itu sebaik-baiknya bentuk ikatan seorang umat Islam dengan Allah swt. Sebaik-baiknya ikatan tersebut kata Rasulullah saw., adanya di Gaza,” tuturnya.
Sehingga, itu yang menjadikan dirinya bersama 10 rekannya yang waktu itu berangkat ke Gaza, untuk tetap mantap melanjutkan misi kemanusiaan tersebut.
“Jadi ketika sampai di sana, alhamdulillah, bahkan turun hujan cukup deras begitu sampai dan itu membuat semangat teman-teman berapi-api. Karena semangat membantu korban perang, jadi rasa takut itu tertutupi,” kata dr. Fahmi.
Lingkungan di Rumah Sakit tempatnya bertugas pun mendukung. Meskipun dihujani teror bom setiap jam, para dokter tetap bekerja memberikan pertolongan kepada seluruh pasien.
Berita Terkini:
- Gumpalan Buih Kembali Muncul di Teluk Bima
- Honorer DLH Kota Mataram Ditemukan Meninggal Diduga Bunuh Diri
- Kemendagri Minta Pj. Gubernur NTB Tuntaskan Masalah Honorer hingga Peningkatan Fasilitas Kesehatan
- Awal Tahun 2025, Kepala Kanwil Kemenag NTB Semangati ASN Bekerja Lebih Baik dan Siap untuk Mau Belajar
“Ledakan bom itu setiap dua atau tiga jam, tetapi para dokter di sana hanya memberi respons mengatakan oh Masya Allah. Lalu, mereka lanjut kembali bekerja,” ujar dr. Fahmi.
Tidak ada rasa takut yang menyelimuti, meskipun serangan yang Israel lakukan kepada Palestina itu nyata terjadi.
“Jadi tidak ada ekspresi berubah, tidak ada rasa takut, malah tersenyum biasa saja seakan tidak terjadi apa-apa. Itu yang membuat kami tetap semangat,” tutup dr. Fahmi. (JEF)