Mataram (NTBSatu) – Menjadi seorang dokter di daerah konflik, mungkin tak semua menginginkannya. Sebab, selain harus memberikan pelayanan kepada pasien yang dirawat, nyawa mereka pun menjadi taruhan.
Namun, itu tak berlaku bagi dokter spesialis ortopedi dan traumatologi asal NTB, Fahmi Anshori. Pasalnya, ia baru saja pulang ke tanah air per tanggal 3 April 2024, setelah menyelesaikan misi kemanusiannya di Jalur Gaza, Palestina.
Saat para dokter lain tengah sibuk dengan prakteknya, dr. Fahmi memberanikan diri meninggalkan pekerjaannya dan pergi menjadi relawan medis selama 17 hari di sana.
Ketika ditanya NTBSatu mengenai keberaniannya itu, ia mengungkapkan, bahwa bertugas membantu masyarakat Gaza telah menjadi keinginan atau cita-citanya sejak mahasiswa. Keinginan itu muncul ketika bertemu dengan almarhum dr. Joserizal, yang merupakan pendiri Medical Emergency Rescue Committee (MER-C).
“Ketika itu beliau diundang mengisi acara di Fakultas Kedokteran Universitas Mataram sekitar tahun 2008-2009. Beliau menyampaikan visi dan misinya memperjuangkan rakyat Palestina dengan mengatakan, bila tidak bisa membantu dengan senjata dan materi yang banyak, maka kita bisa membantu dengan profesi kita,” ujar dr. Fahmi ditemui NTBSatu, Rabu, 17 April 2024.
Berita Terkini:
- Hasil Berburu di “Kampung Narkoba” Lombok Tengah, Polisi Amankan Senpi Rakitan dan Ratusan Sajam
- Mahdalena Turun Salurkan Bantuan Korban Dampak Banjir di Kecamatan Woha Bima
- Antara Nyawa dan Jalan Rusak, Warga Meang Jadi Penandu Ibu Hamil dan Lansia Tanpa Pamrih
- Peringatan Harlah Ke-102 NU, PP Muhammadiyah Ungkap Semangat Kebersamaan Rawat Keutuhan NKRI
Mendengar itu, ia langsung memiliki cita-cita menjadi dokter spesialis yang bisa membantu masyarakat Gaza seperti dr. Joserizal.
“Itu yang memotivasi saya salah satunya sehingga mau ikut menjadi relawan medis ke Gaza,” ungkap dr. Fahmi.
“Awalnya sih takut juga, tetapi karena mengingat pesan beliau jadi memotivasi saya. Sampai akhirnya saya bergabung, ikut kegiatannya juga dan alhamdulillah cita-cita saya tercapai,” sambungnya.
Dukungan keluarga juga turut menambah motivasi dirinya untuk pergi. “Tanpa doa keluarga, istri, dan orang tua mungkin saya tidak bakal sukses masuk ke Gaza,” tambahnya.