Hukrim

Catatan Suram Korupsi di NTB, 80 Kasus Selama Tiga Tahun Terakhir

Mataram (NTBSatu) – Provinsi NTB, menghadapi tantangan serius dalam memberantas tindak pidana korupsi. Berdasarkan laporan Somasi NTB selama 2022-2024, terdapat 80 kasus korupsi yang terdeteksi melalui pemberitaan media.

Kasus tersebut merugikan negara mencapai Rp241 miliar dan melibatkan 130 tersangka. Fenomena ini mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan, serta pengawasan yang masih minim.

Adapun sektor yang menempati peringkat teratas, yakni infrastruktur dengan modus manipulasi sebagai teknik paling sering digunakan.

Dari 80 kasus, 25 di antaranya melibatkan manipulasi data, sementara modus fiktif menyusul di posisi kedua.

Kemudian instansi terkorup, dinas pemerintahan dan menyusul di bawahnya sektor swasta, perbankan, dan pemerintah desa.

Meskipun pemerintah telah menerapkan sistem LPSE dan mekanisme pengadaan modern, celah dalam transparansi dan aksesibilitas publik tetap menjadi masalah besar.

Peran Kejaksaan dan Penanganan Kasus

Kejaksaan menjadi lembaga yang paling banyak menangani kasus korupsi di NTB, dengan total 55 kasus selama tiga tahun terakhir. Kemudian, kepolisian dan KPK.

Namun, muncul pertanyaan dari masyarakat terkait penghentian beberapa kasus besar, seperti proyek IGD di RSUD Kabupaten Lombok Utara. Hal ini menunjukkan, perlunya peningkatan transparansi dalam penegakan hukum untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

Secara wewenang, tingkat provinsi mencatat jumlah kasus korupsi terbanyak daripada tingkat kabupaten/kota di NTB.

“Lingkup yang luas dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan, menjadi alasan utama tingginya angka korupsi di wilayah ini,” kata Peneliti Somasi NTB, Michael Waroy, Rabu, 15 Januari 2025.

Pihaknya menyodorkan sejumlah langkah strategis untuk menekan angka tersebut. Pertama, reformasi tata kelola pemerintahan.

“Sietem yang lebih inklusif harus diterapkan. Agar masyarakat dapat lebih terlibat dalam pengambilkan keputusan dan pengawasan,” jelas Waroy.

Langsung strategis kedua, melakukan audit partisipatif. “Pelibatan masyarakat dalam proses audit akan memberikan dampak positif pada transparasni,” lanjutnya.

Terakhir, keseriusan apat penegak hukum. Penanganan kasus korupsi harus lebih profesional dan berkelanjutan, tanpa ada penghentian di tengah jalan.

“Korupsi di NTB menjadi cerminan bahwa perbaikan sistemik diperlukan secara mendesak,” tegas Waroy. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button