Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB hendak membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Sembalun, Lombok Timur untuk menangani sampah dari Gunung Rinjani.
Pengendali Ekosistem Hewan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Budi Soesmardi mengatakan, sebelum membangun TPST, alangkah baiknya pihak terkait mengaktivasi dua TPS di Sembalun yang telah terbangun. Apabila telah teraktivasi, Budi menyarankan agar pihak terkait semestinya melihat efektivitas dua TPS itu terlebih dahulu.
“Selain itu, kami juga ingin tahu terlebih dahulu soal luasan tanah dan rupa TPST yang akan dibangun di Sembalun,” ungkap Budi, Kamis, 19 April 2024.
Hingga kini, TNGR dan Pemprov NTB masih mencari lokasi alternatif soal pembangunan TPST di Sembalun. Menurut Budi, ada beberapa lokasi yang cukup strategis untuk TPST, misalnya KPH Rinjani Timur dan wilayah taman nasional serta tanah milik Pemda setempat.
Apabila memang tidak ada solusi, TNGR akan membangun TPST di wilayah taman nasional. Akan tetapi, lantaran taman nasional adalah wilayah konservasi, maka ada aturan tertentu yang mesti terpenuhi, sehingga tidak bisa digunakan sebagai tempat pembuangan sampah.
Berita Terkini:
- Yayasan Penabulu Silaturahmi ke NTBSatu, Bahas Energi Baru, Perempuan dan Disabilitas
- Menyajikan Kursi Pijat Berteknologi Terbaru, Prefect Health Indonesia Hadir di Lombok Epicentrum Mall
- Diduga Curi Sapi, Pelajar di Lombok Timur Terancam Penjara 9 Tahun
- Fahri Hamzah Disinyalir Jadi Menteri, Gelora NTB Tunggu Arahan Pusat
“Meskipun, di luar NTB, ada wilayah konservasi yang terpakai sebagai TPS, tetap saja memerlukan proses yang cukup panjang. Sementara ini, kami akan mengkaji dulu, dari berbagai jenis tempat pembuangan, kira-kira apa yang paling cocok untuk wilayah konservasi taman nasional,” jelas Budi.
TNGR mencatat bahwa ada pendaki yang naik lewat jalur Sembalun, tapi saat turun memilih jalur Torean. Kira-kira, berjumlah sekitar 70 sampai 80 persen. Sehingga, permasalahan sampah yang sebenar-benarnya bukan terletak di Sembalun. Sebab, Sembalun kerap kali digunakan hanya sebagai pintu masuk pendakian.
“Kami paling banyak menangani sampah yang berada pada jalur Torean, bukan pada jalur Sembalun. Jadi, 11 ton sampah per tahun itu adalah sampah yang berasal dari pendakian, bukan Sembalun secara keseluruhan,” ungkap Budi.
Sejak tahun 2022 hingga 2031, TNGR memiliki visi untuk menjadikan kawasan Gunung Rinjani sebagai wisata pendakian kelas dunia. Salah satu misi untuk mewujudkan visi itu ialah zero waste atau nir-sampah. Untuk mendukung nir-sampah agar TNGR menjadi TNGR sebagai wisata pendakian kelas dunia, ada tiga standar operasional atau SOP, yaitu pendakian, penanganan sampah, serta pencarian dan evakuasi.
Sebelum mendaftar untuk mendaki, para pendaki juga harus memasukkan daftar sampah yang dibawa. Kemudian, saat akan melakukan check-in, akan ada petugas yang melakukan validasi atau verifikasi jumlah sampah yang dibawa.
Selanjutnya, saat selesai pendakian, kalau para pendaki tidak membawa sampah sesuai jumlah yang telah terverifikasi, maka kami akan menjatuhkan sanksi berupa mem-black list atau memasukkan pendaki yang bersangkutan ke dalam daftar hitam.
Oleh karena itu, sampai saat ini, TNGR memiliki dua sistem pengurusan sampah, yaitu pack in dan pack out serta cleaning. Sistem pack in dan pack out bertujuan untuk menciptakan pendaki cerdas. Sedangkan, sistem cleaning bertujuan untuk membersihkan sampah yang belum sempat tertangani lantaran bekas makanan dibawa lari oleh monyet-monyet liar.
“Jumlah sampah selalu berbanding lurus dengan jumlah pengunjung. Jadi, bila jumlah sampah makin banyak, maka banyak juga jumlah pengunjung,” tandas Budi. (GSR)