Opini

Titik Tolak: Dua kemungkinan, sebuah awalan

Batu itu begerak lincah, ia tertawa dalam hati. Batu itu begitu ringan sehingga ia mampu membolak-baliknya dan melihat beberapa huruf arab yang terukir di bagian bawahnya. Okelah, katanya dalam hati sebelum ia melupakan peristiwa hari itu sebagaimana ia melupakan banyak hal lainnya. Sampai kemudian pada tahun 2022 ia mengingat peristiwa itu kembali saat ia memutuskan bersekolah di sebuah lembaga pendidikan di Belanda. 

“Saya ingin sekolah di luar negeri,” katanya dalam hati, hal yang paling ia tidak inginkan ketika itu, sebelum mencoba mengangkat batu ternama di Batusangkar itu.

Sekarang empat tahun lebih tinggal di Eropa. Banyak hal terjadi, hal-hal yang mungkin pantas atau tidak pantas dituturkan. Hal-hal yang mungkin layak atau tidak layak diceritakan.

Baca Juga : Rupiah Kian Perkasa, Pembukaan Perdagangan Tembus Rp15.400 per Dolar AS

Ia benci naik pesawat. Apalagi naik pesawat belasan jam ke negeri Eropa. Ia hampir selalu terkena panik dan keringat dingin setiap pesawat baru lepas landas. Karena ketakutannya itu, suatu hari ia menerima email berisi 20 hal yang harus dilakukan untuk bisa tenang dalam pesawat. Email itu dikirim perempuan yang membuatnya memberanikan diri naik pesawat belasan jam. Tips yang ternyata sangat berguna.

Singkat cerita, ketika ia tiba di Eropa, ia teringat mimpi ibunya. Ibuku benar, katanya dalam hati. Ketika ia menjejakkan kaki di tanah Eropa ia teringat seorang kenalannya di Jakarta yang pernah berkata, “tinggal di Eropa! Kau pasti akan kesepian.” Kenalan itu menghabiskan beberapa tahun bersekolah di Eropa. Karena itu ia bisa jadi benar. Ketika ia menjejakkan kaki di tanah Eropa ia belum tahu bahwa Eropa tidak seperti yang dikatakan seorang sarjana lulusan Eropa lainnya. “Eropa itu terlalu teratur dan hidup seperti tanpa persoalan,” kata sarjana lulusan Eropa itu.

Benarkah seperti itu? Jangan-jangan Eropa hanyalah kampung lain dengan bahasa yang sedikit berbeda dan selera makanan yang juga sedikit berbeda. Oh ya di Eropa ada juga orang yang tidak bisa berbahasa Inggris sebagaimana orang-orang di kampung kita. Banyak hal terjadi. Namun langkah pertama selalu diawali dengan adaptasi dan aklimatisasi. Sebagai orang yang tidak terlalu berani naik pesawat, maka tidak salah ketika ia juga begitu takut akan udara dingin di tanah Eropa. Sialnya ia tiba saat musim dingin baru memasuki Copenhagen, alhasil dua bulan pertama ia tak berani berjalan lebih dari satu kilometer dari appartemennya. Ia takut mati kedinginan. Sampai kemudian ia diingatkan dengan suatu hal yang sangat sederhana.

Bersambung…

Dari Redaksi: Tulisan ini kontribusi diaspora Warga NTB di Belanda  

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button