ADVERTORIAL

Brida NTB Fasilitasi Diskusi Tantangan dan Hambatan Pengolahan Sampah di NTB

Mataram (NTB Satu) – Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) NTB mengadakan workshop penguatan kapasitas peran stakeholder dalam pengelolaan sampah di NTB, Selasa, 29 Agustus 2023. Melalui workshop tersebut, Brida NTB juga memfasilitasi untuk berdiskusi mengenai tantangan dan hambatan pengelolaan sampah.

Diskusi tersebut diawali dengan penyampaian materi oleh tiga narasumber, yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Julmansyah, S.Hut., M.A.P. Kemudian, Kepala UPT TPA Kebon Kongok, Radyus Ramli Hindarman, dan Manajer Pembangkit PLTU Jeranjang, Gatut Pujo Pramono.

Kepala Dinas LHK NTB, Julmansyah dalam materi yang disampaikannya mengatakan, tantangan dan hambatan pengelolaan sampah di Provinsi NTB dalam upaya pengurangan sampah melalui kegiatan daur ulang di tingkat sumber sampah, seperti kawasan ekosistem industrialisasi persampahan.

Bahkan, menurutnya, permasalahan sampah di Indonesia dan NTB dengan kondisi saat ini meliputi ancaman mikroplastik.

“Mikroplastik berpotensi menjadi racun bagi sistem imun, sistem saraf, sistem endoktrin, dan sistem reproduksi serta memicu pertumbuhan sel kanker. Ditambah lagi dengan permasalahan lainnya berupa daya tampung TPA terbatas, tidak ada TPA bahkan TPA yang tidak layak,” ungkapnya, Selasa, 29 Agustus 2023.

Hal tersebut menyebabkan struktur sampah di NTB 62% bersumber dari sampah rumah tangga, 44% sampah dapur. Kemudian diikuti sampah daun, kertas, dan plastik.

“Sehingga untuk solusi yang paling mudah dan murah dilakukan adalah upaya pemilahan sampah berawal dari rumah,” ujarnya.

Selanjutnya, Kepala UPT TPA Kebon Kongok, Radyus Ramli Hindarman menyampaikan, tantangan dan hambatannya dalam pengelolaan sampah TPA Regional Kebon Kongok.

Berita Terkini:

Diketahui, TPA Regional Kebon Kongok dikelola oleh UPTD TPA Sampah Regional NTB, yang mengelola tiga unit pelayanan persampahan dan limbah. Mulai dari TPA Regional Kebon Kongok, TPST Regional Lingsar, dan PPST Lemer.

“Tantangan dan hambatan yang dihadapi ialah umur TPA sudah lebih dari 30 tahun, membuat sistem pengelolaan untuk landfill banyak kebocoran dan kinerja jauh dari optimal,” jelasnya.

Sampah-sampah yang masuk ke TPA pun, tambahnya, merupakan sampah yang tercampur, namun sebenarnya bisa diatasi dengan banyaknya teknologi pengolahan yang menjadi alternatif.

“Tetapi teknologi pengolahannya itu membutuhkan biaya besar serta kemampuan daerah untuk membayar pendamping fee sangat rendah,” terangnya.

Sementara itu, Manajer Pembangkit PLTU Jeranjang, Gatut Pujo Pramono, menyampaikan potensi dari Refuse Derived Fuel (RDF) untuk co-firing PLTU dan skema kolaborasi pemanfaatan sampah untuk co-firing PLTU.

Ia menjelaskan, dengan daya terpasang sebesar 3 x 25 MW, PLTU Jeranjang Operation and Maintenance Services Unit (OMU) berperan sebagai backbone kelistrikan sebesar 26% dari total kebutuhan listrik di Lombok, dengan kebutuhan batubara 1500 ton/hari.

“RDF ini bentuknya masih seperti sampah, tetapi sangat kering sehingga RDF merupakan sampah yang mudah terbakar, dan telah mengalami pemilahan serta diproses melalui pencacahan, pengayakan dan klasifikasi udara,” terangnya.

Melalui RDF, kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran co-firing batubara untuk pembangkit tenaga listrik, menanggulangi permasalahan sampah di lingkungan unit pembangkit dan masyarakat.

“Serta, mengembangkan program JOSS untuk mengoptimalisasi BPP dan Heat Rate di unit Pembangkit,” tuturnya. (JEF/*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button