Jadi JC, Mantan Dirut PT Tripat Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus LCC

Mataram (NTBSatu) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menuntut terdakwa kasus korupsi Lombok City Center (LCC), Lalu Azril Sopandi dengan 4 tahun penjara.
“Meminta kepada majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Lalu Azril Sopandi dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata perwakilan JPU, Ema Muliawati di ruang sidang PN Tipikor Mataram, Selasa, 23 September 2025.
Selain itu, jaksa juga menuntut Mantan Direktur PT Tripat itu agar membayar denda Rp750 juta subsider 2 bulan kurungan badan.
Ema menyebut, alasan jaksa menuntut lebih ringan karena pengajuan Lalu Azril sebagai Justice Collaborator (JC) tentang perannya dan terdakwa lain, terkabuli. Ia memberikan keterangan dan dokumen di hadapan majelis hakim.
“Sehingga layak mendapatkan keringanan tuntutan pidana,” ucapnya.
Selain JC, jaksa menuntut ringan salah satu dari tiga terdakwa tersebut karena berbuat sopan selama persidangan dan menyesali perbuatannya.
Sementara hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi. Kemudian, pernah menjalani hukuman dengan perkara yang sama.
Jaksa menyangkakan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Riwayat Kasus
Sebagai informasi, kasus ini bermula ketika Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony mengajak Mantan Direktur PT Tripat, Lalu Azril bertemu di Kantor Bupati Lombok Barat pada Juni 2013 lalu. Di sana hadir Isabel Tanihaha, Martin Tanihaha, dan Isac Tanihaha.
Rencananya, di lahan seluas 8,4 hektare tersebut akan dibangun mal, tempat wisata, water park, rumah sakit, dan perumahan. Untuk melanjutkan tindakan itu, terdakwa Azril diminta untuk menindaklanjuti proses kerja sama.
“Hasil dari pertemuan itu, PT Bliss bersurat ke PT Tripat yang pada pokoknya berisi PT Bliss berminat untuk mengembangkan lahan milik Pemkab Lombok Barat itu,” kata Ema Muliawati mewakili JPU saat membacakan dakwaan.
PT Tripat pun menyambut baik surat tersebut. Mereka membalas surat dari PT Bliss atas ketertarikannya berinvestasi. Bentuk tindak lanjutnya, bupati dua periode tersebut menggelar rapat.
Isinya meminta PT Tripat menyusun langkah persiapan melakukan perjanjian kerja sama. “Pada tanggal 16 Agustus PT Tripat mengajukan permohonan persetujuan ke bupati. Selanjutnya permohonan itu disetujui,” bebernya.
Surat persetujuan itu selanjutnya disampaikan ke Direktur PT Bliss, Isabel Tanihaha. Kemudian, kedua belah pihak menyusul kerangka kerja sama pada 28 Oktober 2013.
Sebelum kontrak kerja sama aset tersebut ditandatangani, berupa lahan tempat berdirinya bangunan Mal LCC dialihkan ke PT Tripat. Jenisnya, Hak Guna Bangunan (HGB).
Kerja Sama Pembangunan LCC
Setelah itu, berlanjut dengan penandatanganan Kerja Sama Opersional (KSO) di Hotel Sentosa, Senggigi pada tanggal 8 November 2013.
Isi KSO, pihak PT Bliss berkewajiban untuk menyelesaikan pembangunan Mal LCC selama 24 bulan. Terhitung semenjak penandatanganan kerja sama dan setelah izin-izin selesai. Begitu juga dengan pembangunan rumah sakit.
Selain itu, aset tersebut diberikan kepada PT Bliss untuk diagunkan sebagai modal untuk membangun Mal LCC. Tindakan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan.
“Namun, tetap ditandatangani Bupati Lobar,” bebernya.
Atas persetujuan itu, sekitar awal tahun 2014 Lalu Azril menyerahkan sertifikat lahan Pemda tersebut ke PT Bliss. PT Bliss kemudian mengagunkan sertifikat ke Bank Sinarmas. Dari sana perusahaan tersebut mendapatkan pinjaman Rp263 miliar.
Pencairan kredit itu bisa dilakukan jika mendapat persetujuan dengan tanda tangan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony. Hal itu sesuai akta Nomor 32 tahun 2014 tanggal 20 Juni 2014.
Berangkat dari modal itu, PT Bliss membangun gedung Mal LCC. Proses pengerjaan sekitar Desember 2015.
“Mulai beroperasi pada awal tahun 2016 sampai akhir 2017 yang sampai pada akhirnya tutup,” ucap Ema.
Dengan tutupnya LCC, sambung JPU, berpengaruh terhadap pengembalian kredit PT Bliss ke Bank Sinarmas. Kredit macet berdampak pada potensi lahan milik Pemda tersebut dieksekusi pihak bank.
Hingga saat ini, PT Bliss harus membayarkan kredit Rp531 miliar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp260 miliar. Tunggakan bunga Rp169,5 miliar dan denda Rp101 miliar lebih.
Jaksa melihat kerugian keuangan negara berdasarkan dari perjanjian kerja sama kedua belah pihak. Pertama, bagian persentase yang harus Pemkab Lombok Barat dapatkan sebesar 0,65 persen dari pengelolaan mal dan hotel LCC.
Jika dikalkulasikan Pemkab Lombok Barat seharusnya menerima Rp1,3 miliar lebih.
Selanjutnya hilangnya hak penguasaan fisik atas aset Pemda Lombok Barat. Bank Sinarmas melelangnya sebesar Rp38 miliar. Sehingga total kerugian keuangan negara Rp39 miliar. (*)