Hukrim

Hakim PT NTB Ubah Kerugian Negara Kasus LCC Jadi Rp38,6 Miliar

Mataram (NTBSatu) – Kerugian negara kasus dugaan korupsi pembangunan Lombok City Center (LCC), Lombok Barat bertambah. Semula Rp22,7 miliar, kini menjadi Rp38,6 miliar.

Berubahnya kerugian negara tertuang dalam putusan banding hakim Pengadilan Tinggi (PT) NTB pada Kamis, 18 Desember 2025.

“Menurut majelis hakim kerugian negara dalam perkara a quo adalah sejumlah Rp38.605.440.504,” kata Anggota Majelis Hakim, Rodjai S. Irawan melansir laman resmi YouTube PT NTB.

Majelis hakim PT NTB berbeda pendapat dengan putusan tingkat pertama. Terutama, mengenai sumber dan metode penghitungan kerugian keuangan negara.

IKLAN

Hakim menilai, pendekatan sebelumnya tidak mencerminkan kerugian riil yang negara alami. Mereka juga tidak sependapat dengan kesimpulan hakim tingkat pertama, yang menghitung kerugian negara dari selisih nilai tanah sebesar Rp22,3 miliar.

Nilai tersebut dinilai hanya merupakan angka konversi penyertaan modal daerah. Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah.

Dalam pertimbangannya, majelis menjelaskan, penyertaan modal Pemkab Lombok Barat kepada PT Patuh Patut Patju atau PT Tripat pada 2013 dengan dasar nilai tanah saat itu.

Menurut hakim, pendekatan tersebut tidak relevan. Karena perkara diperiksa pada kondisi ekonomi dan nilai pasar yang jauh berbeda. Majelis menganggap, perhitungan nilai tanah oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Tarmizi Ahmad lebih masuk akal.

Tanah penyertaan modal daerah tersebut terdiri dari dua sertifikat hak guna bangunan. Namun, hanya sebagian yang menjadi jaminan dalam kerja sama. Luas lahan yang diagunkan tercatat 47.921 meter persegi dari sHGB Nomor 01.

Majelis hakim kemudian merujuk hasil penilaian Kantor Akuntan Publik Tarmizi Ahmad, untuk menentukan nilai wajar tanah. Penilaian itu menunjukkan, tanah sHGB Nomor 01 mencapai sekitar Rp38,1 miliar berdasarkan harga tahun 2024.

“Nilai bangunan sudah naik tiga kali lipat sejak tahun 2014 dianggap wajar. Apalagi setelah ada bangunan Mal LCC di atasnya,” ujarnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis menetapkan kerugian negara dari aspek nilai tanah sebesar Rp38.187.046.875. Kerugian itu akibat hilangnya hak penguasaan fisik dan hak kepemilikan barang milik daerah, akibat penjaminan sHGB nomor 01 oleh PT Bliss ke Bank Sinarmas. Selain itu, majelis hakim menolak perhitungan kerugian negara dari kontribusi tetap sebesar Rp1,3 miliar.

“Karena kontribusi tetap tidak diperjanjikan dalam KSO. Melainkan kerugian yang berasal dari hak keuangan atas bagi hasil dari pengoperasian mal sebesar 3 persen yang tidak dibayarkan oleh PT Bliss Pembangunan Sejahtera,” bebernya.

PT Bliss Pembangunan Sejahtera tidak membayar hak tersebut dengan nilai mencapai Rp418.393.629. Atas dasar itu, majelis hakim tingkat banding menyimpulkan total kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp38.605.440.504. Angka tersebut merupakan akumulasi kerugian tanah dan hak keuangan daerah yang tidak diterima.

Riwayat Kasus

Kasus LCC berawal dari kerja sama operasi antara PT Patuh Patut Patju atau PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera atau PT Bliss, dalam pembangunan dan pengelolaan Lombok City Center. Kerja sama tersebut dijalankan di atas aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, yang disertakan sebagai penyertaan modal daerah.

Permasalahan hukum muncul karena pelaksanaan KSO dinilai menyimpang dari perjanjian. Termasuk, pengagunan tanah penyertaan modal daerah dan tidak dibayarkannya hak bagi hasil kepada pemerintah daerah. Penyimpangan itu berujung pada hilangnya penguasaan fisik atas aset daerah.

Dalam perkara ini, jaksa menjerat sejumlah pihak sebagai tersangka. Mereka adalah Bupati Lombok Barat, Zaini Arony dan Mantan Direktur, PT Tripat Lalu Azril Sopandi. Terakhir, Mantan Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera, Isabel Tanihaha. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button