KPK Bidik Tambang Emas Ilegal Sekotong, Sejumlah Saksi Diperiksa
Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di balik tambang emas wilayah Sekotong, Lombok Barat. Sejumlah saksi-saksi pun dipanggil ke Jakarta untuk memberikan keterangan.
Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo hingga berita ini terbit belum merespons konfirmasi terkait dengan kasus yang kini berjalan di tahap penyelidikan tersebut.
Namun, berdasarkan surat yang NTBSatu terima, lembaga antirasuah menguat dugaan korupsi tambang emas Sekotong tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan, lengkap dengan nomor surat perintah penyelidikan (sprin lidik), tanggal 23 April 2025. Kemudian, Surat Perintah Penyelidikan, juga lengkap dengan nomor sprin lidik tanggal 2 Oktober 2025.
Di kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya berlangsung pada Selasa, 14 Oktober 2025. “Untuk klarifikasi/didengar keterangan terkait dengan kegiatan pengelolaan tambang di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2022 sampai dengan 2024,” bunyi surat tersebut.
Salah seorang saksi yang pernah memenuhi panggilan KPK, enggan memberikan keterangan kepada NTBSatu.
Triliunan Kerugian Negara
Lembaga antikorupsi memeriksa salah satu mantan pejabat tersebut berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Beredar informasi jika kasus yang KPK usut terletak di Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong. Tempat Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK melakukan penyegelan pada Jumat, 4 Oktober 2024.
KPK ketika itu melakukan pemasangan plang bersama Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum LHK Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Menyusul aktivitas pertambangan emas tersebut berada di kawasan hutan.
Berdasarkan perhitungan pihak DLHK NTB, terdapat 25 titik lokasi tambang ilegal yang berada di Sekotong, totalnya luasnya mencapai 98,19 hektar.
Perkiraannya, tambang ilegal itu menghasilkan omzet hingga Rp90 miliar per bulan atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun. Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong. (*)



