Sejumlah Kejanggalan Jelang Pemilihan Rektor Unram Mencuat

Mataram (NTBSatu) – Berdiri megah di tengah pusat kota, Universitas Mataram (Unram) menyandang status sebagai kampus terbaik di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di dalamnya, terdapat ribuan mahasiswa, dosen, dan pegawai.
Kampus yang berlokasi di Jalan Majapahit, Kota Mataram ini, sekarang sedang menjadi pembicaraan. Dinamika politik kampus sedang menuai sorotan, menjelang pemilihan rektor.
Tensi para pemangku kepentingan mulai meninggi. Dugaan saling jegal-menjegal tidak bisa dielakkan. Mencari cara memenangkan orang-orang yang mereka dukung. Tujuannya satu, memperebutkan kursi nomor satu di salah satu kampus unggulan NTB ini.
Dugaan Mengubah Batas Usia Calon Rektor
Pemilihan Rektor Unram periode 2026-2029, direncanakan pada Desember 2025 mendatang. Beberapa dugaan kejanggalan mencuat, seperti manuver petahana, Prof. Ir. Bambang Hari Kusumo untuk bisa lolos kembali mencalonkan diri. Dalam konteks ini, mencoba mengubah draf persyaratan kandidat calon rektor.
Namun upaya itu nampaknya gagal, setelah keluarnya Surat Edaran (SE) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2025 tentang Batas Usia pada saat Pendaftaran sebagai Calon Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri.
Dalam edaran tersebut menjelaskan, dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, calon Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri harus memenuhi syarat usia, yaitu paling tinggi berusia 60 tahun pada saat berakhirnya masa jabatan pemimpin perguruan tinggi yang sedang menjabat.
Adapun frasa usia paling tinggi 60 tahun sebagaimana dimaksud dalam edaran tersebut, dapat ditafsirkan sebagai usia tepat 60 tahun, nol bulan, dan nol hari.
Dengan demikian, calon yang telah berusia lebih dari 60 tahun, nol bulan, satu hari atau lebih pada saat berakhirnya masa jabatan pemimpin perguruan tinggi yang sedang menjabat, maka tidak memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai calon Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri.
Dengan regulasi ini, menutup kemungkinan Prof. Bambang kembali mencalonkan diri sebagai Rektor Unram Periode 2026-2029.
Prof. Bambang merupakan kelahiran 25 Agustus 1965. Secara matematis, usianya sekarang 60 tahun, satu bulan, 22 hari. Artinya, melebih usia syarat calon Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri sebagaimana aturan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Penjelasan Senat Unram
Perihal regulasi tentang batas usia kandidat calon rektor ini, Ketua Senat Unram terpilih, Prof. Dr. Sukartono, belum bisa memberikan keterangan karena sedang ada kegiatan. “Maaf tiang (saya) masih di lokasi kebun nanas dengan petani,” kata Prof. Sukartono kepada NTBSatu, Jumat, 17 Oktober 2025.
Namun Ketua Senat sebelumnya, Prof. Dr. Agil Al Idrus mengatakan, masih ada perdebatan tentang syarat usia Calon Rektor Unram. Pertama, ada yang menginginkan lebih tinggi satu tahun. Kedua, tetap berusia 60 tahun tetapi belum genap 61 tahun.
“Ini masih menjadi perdebatan di internal senat. Kami belum memutuskannya, masih dikaji lagi,” ungkapnya kepada NTBSatu melalui wawancara telepon, Jumat, 12 September 2025.
Guru Besar Biologi Unram ini mengatakan, pihak senat masih mencari landasan hukum jika persyaratan batas usia menjadi 61 tahun. Begitu pun sebaliknya, jika syaratnya tetap berusia 60 tahun tetapi belum genap 61 tahun.
“Karena ada beberapa kampus yang disurati oleh kementerian syaratnya dapat berusia 61 tahun. Suratnya khusus kepada kampus tersebut saja, bukan semacam surat edaran,” katanya.
Sementara untuk Unram, belum ada surat dari kementerian yang seperti itu. Masih mengacu pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri.
“Nanti kita lihat untuk syarat batas usia, karena tahap penjaringan baru akan mulai Desember 2025. Masih ada waktu tiga bulan lagi menggodok aturannya,” ujar Prof. Agil.
Dugaan Pemberian Saksi Etik Dosen
Kejanggalan kedua, pemberian sanksi etik kepada salah satu calon kandidat secara tiba-tiba, yaitu Prof. Dr. Hamsu Kadriyan.
Prof. Hamsu merupakan salah satu kandidat kuat calon Rektor Unram. Ia merupakan salah satu Guru Besar di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).
Menjelang pemilihan, Prof. Kadriyan mendadak terseret kasus sanksi etik. Surat Keputusan (SK) Etik itu dikelurkan Rektor Unram, Prof. Bambang. Terhadap apa yang dilakukan pada tahun 2021 lalu. Ketika ia masih menjabat sebagai Dekan FK Unram.
Padahal pengakuannya melalui kuasa hukumnya, Dr. Ainuddin, tidak pernah melakukan pelanggaran etik seperti yang dituduhkan.
Karena itu, Prof. Hamsu mengajukan keberatan terhadap Surat Keputusan Pelanggaran Etik yang rektor Unram keluarkan. Menurutnya, itu merupakan upaya penyingkiran Hamsu dalam kontestasi pencalonan rektor.
Namun, permasalahan tersebut seakan-akan diangkat menjelang pencalonan rektor mendatang. SK tersebut, sambung Ainuddin, menjadi senjata yang diarahkan kepada Prof. Hamsu agar gagal menjadi anggota senat.
Sesuai peraturan, syarat untuk menjadi senat adalah diajukan oleh masing-masing fakultas. Fakultas diberikan jatah senat sebanyak 5 orang, terdiri dari dua guru besar dan tiga non guru besar.
“Prof. Hamsu adalah satu-satunya profesor yang ada di FKIK. Tentunya dia diusulkan melalui keputusan dekan,” terang Ainuddin.
Dengan demikian, Prof. Hamsu seharusnya menjadi salah satu senat yang terpilih dari FKIK. Pengajuan senat oleh fakultas kemudian diajukan kepada rektor untuk disetujui.
Akan tetapi, dalam SK pengangkatan senat tidak ada nama Prof. Hamsu di dalamnya. Pengangkatan senat sendiri, menurut kuasa hukum, tidak melalui prosedur yang transparan.
Termasuk dengan pelantikan senat. Ainuddin menilai prosesnya berlangsung secara tidak terbuka. Prof. Hamsu baru mengetahui pelantikan senat pada 13 Oktober 2025. Padahal upacara pelantikan berlangsung pada 7 Oktober 2025.
“Tetapi tanpa adanya berita acara, tanpa adanya penolakan secara administratif, tiba-tiba Prof. Hamsu tidak ada namanya,” sentilnya.
Berujung Aduan ke PTUN
Selain Prof. Hamsu, Rektor Unram juga menjatuhkan sanksi etik kepada Dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (Fatepa), Dr. Ansar. Penjatuhan sanksi itu berujung pada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, pada 31 Juli 2025.
Kuasa hukum dosen Dr. Ansar, Irvan Hadi mengatakan, gugatan terhadap Dekan Fatepa Unram, Dr. Satrijo Saloko, sudah terdaftar di PTUN Mataram.
Gugatannya sudah teregister dengan nomor perkara 51/G/2025/PTUN.Mtr. Sidang perdana berlangsung pada Rabu, 15 Oktober 2025 mendatang.
Objek gugatannya meliputi adanya Keputusan Dekan Nomor 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025. Isinya menjatuhkan dua sanksi sekaligus, yakni penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan maksimal tiga tahun.
“Keputusan itu cacat prosedur. Melanggar asas due process of law. Penjatuhan hukuman itu tanpa pemeriksaan etik, tanpa pemanggilan resmi, dan tanpa ada hak pembelaan diri,” kata Irvan Hadi.
Ia menilai, keputusan itu tidak sesuai dengan asas pemerintahan yang baik. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
Terhadap pemberian sanksi etik ini, Rektor Unram, Prof. Bambang belum memberikan keterangan. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp belum membuahkan hasil. (*)