Selain itu, PT Lombok Plaza juga tidak pernah membayar kontribusi tahunan pertama sebesar Rp750 juta paling lambat dua hari kerja sebelum penandatanganan BGS. Meskipun demikian, perjanjian kerja sama BGS tersebut tetap ditandatangani terdakwa Rosiady.
Hari yang sama, kedua belah pihak juga menandatangani Berita Acara Serah Terima Aset / Bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok. Kemudian Gedung Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTB. Kedua aset atau gedung tersebut senilai Rp6,5 miliar.
Bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat dipindahkan dari Jalan Bung Karno ke Jalan Swara Mahardika, Kota Mataram.
Realisasi Fisik Tidak Sesuai
Jaksa menyebut, tim ahli teknik PUPR NTB pernah mengecek fisik gedung baru tersebut pada 22 November 2024 lalu. Hasilnya, realisasi nilai fisik bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan itu Rp5.023.463.000. Tidak sesuai dengan nilai RAB dalam perjanjian kerja sama.
“Selain itu bangunan tersebut tidak sesuai dengan Permen PU nomor 45 Tahun 2007 dan keputusan gubernur nomor 499 Tahun 2012. Sehingga bangunan gedung yang dihasilkan tidak tepat mutu, waktu, dan biaya,” ujar Ema.
Kemudian pada 26 Februari 2025, tim ahli dari Kementerian Kesehatan RI juga turun melakukan pengecekan. Kesimpulannya, bangunan pengganti Labkesda belum sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 605 / MENKES / SK./VII/2008. Tentang Standar Balai Laboratorium Kesehatan dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan.
Jaksa mendakwa keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (*)