HEADLINE NEWSHukrim

Fakta Persidangan NCC, Ambisi Visi “NTB Bersaing” Berujung Bui Rosiady

Ema menyebut, Gedung Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Lombok harus dilakukan relokasi. Karena bangunan tersebut masih berfungsi aktif sebagai tempat pelayanan masyarakat. Pemprov NTB kemudian melalui Kasi Tata Bangunan dan Perumahan Dinas PUPR, Lalu Marwan menghitung RAB pengganti Gedung Labkesda dan PKBI NTB. Nilainya Rp12,2 miliar.

Kemudian 10 Juni 2013, TGB menandatangani MoU antara Pemprov NTB sebagai pihak pertama dengan PT Lombok Plaza sebagai pihak kedua terkait pemanfaatan BMD untuk pembangunan NCC. Di sana, ada beberapa kewajiban perusahaan. Mulai dari menyiapkan dana awal 5 persen dari nilai investasi di Bank NTB, relokasi gedung Labkesda dan PKBI hingga melakukan sosialisasi.

Tanggal 10 Juni 2014, ada adendum antara Pemprov NTB dengan PT Lombok Plaza. Di mana kesepakatan 10 Juni 2013 – 10 Juni 2014 menjadi 10 Juni 2014 – 10 Juni 2015.

Untuk pembangunan gedung pengganti Labkesda dan PBKI, terdakwa sekaligus Direktur PT Lombok Plaza Doly Suthajaya Nasution menunjuk sendiri perusahan swasta. Yakni CV Adi Cipta sebagai konsultan perencana, PT Prima Bumi Agung sebagai kontraktor pelaksana, dan PT Gumi Adimira sebagai konsultan pengawas.

IKLAN

Dalam perjalannya, Doly memerintahkan Mardi merubah RAB. Mardi kemudian meminta Ismanto Djoni Ismanto selaku konsultan perencanaan mengubah desain dan mengurangi RAB. Nilai Rp12 miliar berubah menjadu 6 miliar.

Tindakan Doly mengubah RAB tabpa sepengetahuan Muhammad Nur. Pembangunan Gedung Labkesda dan PKBI berlangsung pada 1 September 2014 hingga 29 Maret 2015.

Penandatanganan Kerja Sama

Selang beberapa waktu, Rosiady Husaeni Sayuti menjadi Sekda NTB menggantikan Muhammad Nur pada 12 Mei 2016. Ia kemudian mengadakan rapat. Isinya, menyebut bahwa kewajiban PT Lombok Plaza telah terpenuhi semua, kecuali Detail Enginering Design (DED).

IKLAN

Namun, dalam MoU Nomor: 030 / 422 / Kesda, Nomor: 040 / LP / VI / 2013 tanggal 10 Juni 2013 tersebut sebagian besar belum dilaksanakan. Rinciannya, dana awal sebesar 5 persen dari nilai investasi belum dibayarkan.

Kemudian, bangunan Labkesda tidak sesuai Menteri Kesehatan RI No: 605/MENKES/SK/VII/2008 tanggal 10 Juli 2008, tentang Standar Balai Laboratorium Kesehatan dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan.

Selanjutnya, tidak membuat DED, tidak menyiapkan Feasibility Study (FS) sebagai dasar untuk penentuan besarnya royalty yang riil diberikan per tahun. Tidak ada kajian lingkungan dan TOR hingga tak adanya sosialisasi.

TGB menerbitkan SK Gubernur Nomor: 032-590 Tanggal 23 Juni 2016 tentang Tim Penilai / Perhitungan Kontribusi/Royalti Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah Pemerintah Provinsi. Penanggung jawab adalah Rosyadi, Ketuanya yakni Supran selaku Kepala BPKAD NTB. Salah satu tugasnya, menetapkan besaran royalti tahunan berdasarkan tim penilai.

Tim penilai kemudian membahas kelanjutan tersebut. Salah satunya, kewajiban Doly membayar royalti Rp750 per tahun dan membayar kontribusi kepada Pemprov NTB. Kepala BPKAD, Supran pun memberitahukan hal tersebut kepada Rosiady. Namun terdakwa tidak melaporkannya ke TGB sebagai penguasa BMD.

Kemudian ada penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS), antara PT Lombok Plaza dengan Pemprov NTB tentang pemanfaatan BMD dengan pola BGS pada 19 Oktober 2016.

IKLAN

Isi kerja sama itu menyebut, PT Lombok Plaza selaku mitra BGS wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan pekerjaan senilai 5 persen dari nilai investasi Rp360 miliar. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan pihak perusahaan tidak membayar uang tersebut.

Hal itu tidak sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri nomor 22 tahun 2009 tanggal 29 Mei 2009.

“Bahwa PT Lombok Plaza sampai saat ini tidak pernah menyerahkan jaminan pelaksanaan,” kata Ema Mulyawati.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Berita Terkait

Back to top button