Mataram (NTBSatu) – Pengamat politik NTB, Dr. Alfisahrin mengapresiasi dan menyoroti mutasi perdana Gubernur Lalu Muhamad Iqbal.
“Jadi, yang pertama, kita mengapresiasi Pak Iqbal, menunjukkan sebagian dari meritokrasi yang ia ingin bangun di NTB,” katanya kepada NTBSatu di kediamannya, Rabu, 30 April 2025.
Namun, ada beberapa hal yang tidak luput dari perhatian publik dalam mutasi perdana itu. Salah satunya terkait sejumlah pejabat yang disinyalir bermasalah dengan jabatan sebelumnya.
“Mereka punya catatan atau record. Ada positif dan negatif,” ucapnya.
Alfisahrin menilai, Iqbal seharusnya melihat integritas dan prestasi sejumlah kepala dinas sebelum menempatkan ke posisinya yang baru. Karena menurutnya, hak utama dari penerapan meritokrasi adalah menekankan pada prestasi individu.
“Jadi mereka apakah punya prestasi di jabatan sebelumnya? Kemudian itu yang dihubungkan dengan jabatan baru. Termasuk soal integritas,” tegasnya mengingatkan.
Ia mencirikan meritokrasi sebagai seleksi berbasis kualifikasi. Apakah kepala dinas yang Iqbal pilih memang sudah memenuhi kualifikasi atau tidak.
Karena risiko ketika pejabat berada pada dinas yang tidak sesuai kompetensi dan catatan prestasinya, maka ia akan memulai hal-hal baru. Dan dalam penetapan meritokrasi, hal itu diperlukan.
“Karena dalam meritokrasi, orang yang ditunjuk langsung bekerja. Mengindentifikasi masalah, menyusun program, dan menetapkan target,” ujar Alfisahrin.
“Kalau tidak ada itu. Rotasi atau mutasi yang Pak Iqbal lakukan, saya rasa belum standar dari meritokrasi,” tegas Dosen Fisipol dan Ilmu Komunikasi Universitas 45 Mataram ini.

Ia kembali mengingatkan, meritokrasi menghendaki bahwa pejabat yang duduk di kursi kekuasaan adalah orang yang tepat dan benar. Tidak menyertakan seseorang yang kehilangan integritas dan etik di masyarakat.
Perkuat Pengawasan dan Evaluasi Pejabat
Sementara terkait para pihak yang dinilai kurang perform di posisi sebelumnya, Alfisahrin mewanti-wanti Iqbal agar memberikan atensi khusus. Ia menyarankan untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan evaluasi terhadap pejabat tersebut.
“Supaya kepercayaan publik (kepada pejabat bermasalah) bisa pulih dan menghilangkan stigma buruk di masyarakat,” ucapnya.
Gubernur Iqbal juga diingatkan soal keterlibatan pejabat dari Pulau Sumbawa. Menurutnya, mereka juga harus mendapatkan porsi yang sama di lingkup pemerintahan provinsi.
“Jadi harus ada keterwakilan di Sumbawa sebagai representasi dan fungsi agensi. Karena kalau tidak, nanti akan menciptakan gap yang memicu sentimen primordialitas yang kuat,” bebernya.
Pembagian ini semata-mata agar birokrasi Pemprov NTB di bawah kepimpinan Iqbal berjalan dengan konsep kolaboratif dan konstruktif. Tanpa menyampingkan meritokrasi.
“Kalau ada pejabat Pulau Sumbawa memenuhi syarat dan lolos kualifikasi, kenapa tidak dapat porsi yang sama. Ini untuk mencegah gep Pulau Sumbawa dan Lombok dalam perimbangan dan akomodasi SDM di Pemprov,” tandasnya. (*)