Mataram (NTBSatu) – Sidang dugaan korupsi pembangunan gedung shelter tsunami Lombok Utara kembali berlanjut di PN Tipikor Mataram, Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam sidang lanjutnya tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima saksi. Kelimanya mengakui, ketidaktahuan terhadap perubahan Detail Engineering Design (DED).
Salah satu saksi yakni Direktur Kesiapsiagaan BNPB 2012, Medi Herlianta mengungkapkan, tidak mengetahui adanya perubahan DED.
“Saya tidak tahu menahu adanya perubahan DED dalam pembangunan shelter,” ungkap Medi.
Bahkan, Jaksa juga memperlihatkan surat perubahan DED dari PT Qorina yang telah Medi tandatangani. Namun, ia tidak mengakui dokumen dan tandatangan tersebut.
Pada dasarnya, kasus korupsi ini berawal pada tahun 2012 ketika BNPB menyusun master plan untuk penanggulangan risiko bencana tsunami.
Salah satu fokus dari penyusunan master plan itu pada pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau shelter. Gedung tersebut harus mampu menahan gempa dengan kekuatan 9 skala richter.
Masalahnya, terdakwa Aprialely Nirmala yang mengubah DED. Padahal terdakwa tidak mengetahui landasan atau dasar ilmiah untuk melakukan perubahan DED.
Terdakwa Aprialely Nirmala juga menurunkan spesifikasi tanpa adanya kajian yang dapat dipertanggung jawabkan.
“DED proyek disusun BNPB selaku perencana tanpa melalui pengesahan dan verifikasi teknis,” kata Perwakilan JPU, Greafik Loserte, Rabu, 22 Januari 2025.
Kemudian, desain yang telah mereka rejaya sebagai acuan untuk pembangunan shelter tsunami Lombok Utara.
Sementara terdakwa Agus Herijanto, JPU menilai ia sebagai pelaksana proyek melaksanakan pekerjaan dengan mengacu rancang bangunan rinci yang Aprialely Nirmala ubah.
“Agus Herijanto melaksanakan pekerjaan dari hasil perubahan perencanaan DED dan membuat laporan pertanggungjawaban belanja yang tidak benar,” ucapnya.
Jaksa penuntut umum menyebut, perbuatan Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp18,4 miliar.
JPU menilai keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)