
Mataram (NTBSatu) – Penyidik Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, membantah informasi penetapan tersangka kasus dugaan tambang ilegal Sekotong, Lombok Barat.
Penyidik Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara, Mustaan mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka.
“Belum ada (penetapan tersangka),” katanya kepada NTBSatu, Rabu, 5 Februari 2025.
Menyinggung beredarnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dilayangkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Mustaan menanggapi singkat.
Menurutnya, itu hanyalah bentuk permintaan jaksa terhadap proses kasus yang melibatkan sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) China tersebut.
“Mungkin kejaksaan minta perkembangan kasus,” jelasnya.
Kendati demikian, ia mengaku kasus ini telah naik ke tahap penyidikan. Penyidik masih mengumpulkan alat bukti dan memeriksa belasan saksi. Mereka dari kalangan TKA China, pihak swasta, dan pejabat.
Penyidik juga tetap berkoordinasi dengan Polres Lombok Barat. Meskipun Undang-Undang yang digunakan dalam dua penyidikan tersebut berbeda.
“Polres Lombok Barat menggunakan Undang-undang Minerba. Kami menggunakan Undang-undang terkait Lingkungan Hidup. Kami tetap berkoordinasi,” paparnya.
Pengusaha China Jadi Tersangka Kasus Tambang Ilegal Sekotong
Sebelumnya, beredar surat salah satu pengusaha dalam kasus tambang ilegal Sekotong, Lombok Barat tersebut. Inisialnya SBK.
Penetapan tersangka SBK terungkap dalam surat pemberitahuan mulainya penyidikan nomor: SPDP.41/BPPHLHK.2/SW.3/PPNS/GKM.5.4/B/11/2024 tanggal 22 November 2024.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 98 ayat 1 Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SPDP dan penetapan tersangka SBK sampai ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada 25 November 2024 lalu.
Namun sejak pemberitahuan penetapan tersangka hingga kini, Kejati NTB belum menerima berkas PMA asal China tersebut.
Akhirnya, pihak Kejati NTB bersurat ke Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara.
Surat dikirim tanggal 21 Januari 2025 ke Gakum KLHK atas nama Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati NTB selaku penuntut umum, Irwan Setiawan Wahyuhadi.
“Mengingat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah kami terima cukup lama, agar saudara/saudari menyampaikan perkembangan penyidikan perkara tersebut,” bunyi surat NTBSatu terima Selasa, 4 Februari 2025.
Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera membenarkan tersebut. Namun ia menjelaskan jika surat itu untuk meminta Gakkum menjelaskan perkembangan penyidikan perkara.
“SPDP sudah lama kita terima. Cuman sampai dengan saat ini penyidiknya belum juga menyerahkan berkas perkara ke jaksa,” ujar Efrien. (*)