
Mataram (NTBSatu) – Dugaan perusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal wilayah Sekotong, Lombok Barat, naik penyidikan.
Satu orang dari pihak pengusaha inisial SBK jadi tersangka. Informasi NTBSatu, SBK adalah PMA (Penanaman Modal Asing) asal China yang beroperasi di kawasan tambang ilegal Sekotong.
Perusahaan tersangka, PT JSM berkontrak dengan pengusaha swasta di kawasan tambang ilegal dengan taksiran kerugian sumber daya alam mencapai Rp1,08 Triliun per tahun.
Penetapan tersangka SBK terungkap dalam surat pemberitahuan mulainya penyidikan nomor: SPDP.41/BPPHLHK.2/SW.3/PPNS/GKM.5.4/B/11/2024 tanggal 22 November 2024.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 98 ayat 1 Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SPDP dan penetapan tersangka SBK sampai ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, pada 25 November 2024 lalu.
Namun sejak pemberitahuan penetapan tersangka hingga kini, Kejati NTB belum menerima berkas PMA asal China tersebut.
Akhirnya, pihak Kejati NTB bersurat ke Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara.
Surat dikirim pada tanggal 21 Januari 2025 ke Gakum KLHK atas nama Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati NTB selaku penuntut umum, Irwan Setiawan Wahyuhadi.
“Mengingat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah kami terima cukup lama, agar saudara/saudari menyampaikan perkembangan penyidikan perkara tersebut,” bunyi surat yang NTBSatu terima Selasa, 4 Februari 2025.
Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera membenarkan tersebut. Namun ia menjelaskan jika surat itu untuk meminta Gakkum menjelaskan perkembangan penyidikan perkara.
“SPDP sudah lama kita terima. Cuman sampai dengan saat ini penyidiknya belum juga menyerahkan berkas perkara ke jaksa,” ujar Efrien.
Sementara Kepala Kantor Imigrasi kelas I TPI Mataram, Selfario Adhityawan Pikulun merespons singkat.
“Silakan Inteldak atau ke Tikim. Kamis saya pelantikan di tempat baru,” ujarnya.
Kejati NTB Lakukan Pengusutan

Sebelumnya, Kepala Kejati NTB, Enen Saribanon menyebut, pihaknya mengusut tambang ilegal Sekotong berangkat dari koordinasi dengan hasil lapangan yang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) temukan beberapa waktu lalu.
“Kini sedang kami pelajari dan kumpulkan bukti dukung, salah satunya dari keterangan-keterangan para pihak terkait,” katanya, Selasa, 10 Desember 2024.
Setelah merampungkan alat bukti hingga keterangan saksi, sambung Enen, pihaknya akan menjalankan prosedur telaah dan ekspose.
“Ekspose ini apakah nantinya akan tingkatkan ke tahap selanjutnya atau bagaimana,” jelas pengganti Nanang Ibrahim Soleh ini.
Koordinasi KPK
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kejati NTB dan menyerahkan sejumlah dokumen pada Selasa, 8 Oktober 2024 lalu.
“Butuh koordinasi intens. Butuh atensi pusat. Tak bisa hanya dilimpahkan ke daerah (penanganannya). Kita tahu sama tahu,” tegasnya.
Dalam kasus yang bertempat di Desa persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong itu, KPK menggandeng Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum LHK Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Gakkum LHK Jabalnusra). Menyusul aktivitas pertambangan emas tersebut berada di kawasan hutan.
“Sudah sprindik di Gakkum LHK,” ujarnya.
Dian menegaskan, KPK tidak hanya bekerja untuk penindakan kasus korupsi legal formal saja. Tetapi juga pada aspek pencegahan, seperti pelanggaran sektoral, pajak, lingkungan, ilegal logging, dan ilegal mining.
“Bahwa kami di pencegahan luas tupoksinya. Itu kami dorong untuk tegakkan aturan. Jangan sampai tidak tegak, Anda terlibat,” tegasnya mengingatkan.
KPK juga pernah menutup dengan memasang plang pelarangan aktivitas pertambangan di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Lembaga antirasuah memasang plang bersama sejumlah pihak. Termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB serta Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum LHK Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Gakkum LHK Jabalnusra).
Penutupan itu ditandai dengan pemasangan spanduk bertuliskan “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin apapun di dalam kawasan hutan Pelangan Sekotong.”
Berdasarkan perhitungan pihak DLHK NTB, terdapat 25 titik lokasi tambang ilegal yang berada di Sekotong, totalnya luasnya mencapai 98,19 hektar.
Perkiraannya, tambang ilegal itu menghasilkan omzet hingga Rp90 miliar per bulan atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun. Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong.
Lokasi tambang tersebut tersebar di tiga desa, yaitu Desa Buwun Mas, Desa Pelangan, dan Desa Persiapan Blongas. (*)