Oleh: Okza Hendrian Wijaya S.I.P., M.A
Pengamat Politik Lokal dan Analyst Asatu Research and Insight
Menjelang Pilkada 2024, terbentuknya poros Koalisi Indonesia Maju (KIM) di berbagai daerah, termasuk NTB, menjadi bukti nyata bagaimana koalisi permanen di tingkat nasional semakin berpengaruh di aras lokal.
KIM, yang mencakup partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, dan PAN, telah menunjukkan kemampuannya untuk mendikte pencalonan kepala daerah, termasuk dalam Pilgub NTB 2024.
Di NTB, dukungan KIM terhadap pasangan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) mengilustrasikan bagaimana kekuatan politik pusat mempengaruhi dinamika politik lokal. Koalisi ini tidak hanya memberikan dukungan politik, tetapi juga sumber daya dan jaringan yang memperkuat posisi kandidat di daerah. Kehadiran koalisi permanen ini berpotensi mengerdilkan demokrasi lokal.
Seperti diungkap dalam teori elit oleh Mills, kekuasaan yang terpusat pada elit mengurangi kompetisi politik yang sehat, dan ini tercermin dalam situasi politik di NTB. Dukungan koalisi permanen di Pilgub NTB tahun 2024 menunjukkan bahwa dinamika politik lokal sering kali menjadi perpanjangan dari strategi politik nasional.
Meskipun koalisi ini mampu memberikan stabilitas politik, mereka juga menimbulkan risiko terhadap demokrasi yang sehat di tingkat lokal. Reformasi diperlukan untuk memastikan bahwa politik di daerah tidak sepenuhnya didikte oleh kekuatan politik pusat, dan bahwa demokrasi di tingkat lokal tetap inklusif dan representatif.
Dalam bukunya The Power Elite (1956) Wright Mills menjelaskan bahwa struktur kekuasaan di negara modern sering kali dikuasai oleh segelintir elit yang memiliki kendali atas institusi-institusi utama, termasuk partai politik.
Dalam konteks Indonesia, elit politik nasional memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan kebijakan dan arah politik, termasuk dalam proses pencalonan gubernur.
Fenomena Dukungan Koalisi Permanen di Pilgub NTB 2024
Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) 2024 menunjukkan bagaimana koalisi permanen di tingkat nasional memengaruhi dinamika politik lokal.
Pasangan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) mendapatkan dukungan kuat dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, dan PAN. Dukungan ini adalah refleksi dari kekuatan politik pusat yang ingin yang menguasai dinamika politik di ranah lokal.
Bahkan di spanduk Iqbal-Dinda simbolisasi dukungan itu telah dimainkan seperti “calon gubernur pilihan Prabowo”. Selain itu, dukungan oleh Projo NTB organisasi relawan pendukung Jokowi semakin menguatkan fenomena ini.
Implikasi Terhadap Demokrasi
Keberadaan koalisi permanen partai-partai besar di tingkat nasional menimbulkan tantangan serius bagi demokrasi di Indonesia. Demokrasi seharusnya memberikan ruang bagi partisipasi politik yang luas dan kesempatan yang setara bagi semua warga negara untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum.
Namun, ketika kekuasaan terpusat pada koalisi elit nasional dan dinasti politik lokal, ruang tersebut menjadi sangat terbatas.
Menurut teori elit oleh Pareto dan Mosca, kekuasaan cenderung beredar di antara elit yang terbatas, sementara masyarakat luas hanya menjadi penonton dalam proses politik. Ini tercermin dalam dinamika politik di Indonesia, di mana koalisi permanen di tingkat nasional dan dinasti politik lokal membatasi kompetisi politik dan memperkuat oligarki. Proses pencalonan sering kali didasarkan pada kepentingan politik elit nasional daripada aspirasi lokal, sehingga mengabaikan potensi kandidat independen atau dari partai kecil yang mungkin memiliki visi yang lebih pro-rakyat.
Dalam konteks ini, partai-partai dalam koalisi ini memiliki kepentingan untuk menjaga kekuasaan di daerah, terutama di daerah-daerah strategis seperti Nusa Tenggara Barat yang memiliki pengaruh ekonomi signifikan.
Akibatnya, proses demokrasi di tingkat lokal menjadi terdistorsi, di mana pilihan pemilih terbatas pada kandidat-kandidat yang didukung oleh elit partai di pusat.
Membangun Demokrasi yang Sehat
Fenomena pengaruh koalisi permanen di tingkat nasional menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Demokrasi yang sehat memerlukan kompetisi politik yang bebas dan adil, di mana semua warga negara memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Namun, ketika kekuasaan terpusat pada elit nasional demokrasi menjadi rapuh dan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Oleh karena itu, reformasi politik yang mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa proses demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Ini termasuk memperkuat peran partai politik lokal, mendorong kaderisasi yang lebih baik, dan membuka ruang bagi kandidat independen untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
Selain itu, perlu ada upaya untuk membatasi pengaruh koalisi permanen partai-partai besar di tingkat nasional dalam proses pencalonan di daerah.
Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa demokrasi di Indonesia tidak hanya menjadi slogan tetapi juga menjadi realitas yang memberikan manfaat nyata bagi semua lapisan masyarakat. Membangun demokrasi yang sehat adalah tanggung jawab bersama, dan kita harus bekerja keras untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak lagi terpusat pada segelintir elit tetapi benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.