“Semakin banyak operator yang bermain, kan ada persaingan. Maka, berlaku hukum pasar. Tapi kalau hanya sedikit maskapai yang ada ke rute penerbangan itu, hukum ekonomi yang berjalan. Oleh karena tidak ada subtitusi lain, harga jadinya mahal,” ungkap Minggus.
Selain itu, kurs Rupiah melemah terhadap Dolar menyebabkan tingginya harga avtur, sehingga terjadilah inflasi transportasi.
“Di samping ini juga ada biaya bahan bakar yang semakin mahal serta biaya penunjang lainnya. Dampaknya ke pariwisata dan ekonomi kreatif tentunya akan negatif karena kita ingin harga tiket pesawat lebih terjangkau dan lebih banyak opsi ke destinasi wisata,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia melihat Penerbangan Udara Perintis dapat menjadi salah satu solusi.
Berita Terkini:
- Hamdan Kasim Serahkan ke DPP terkait Perebutan Kursi Ketua DPRD NTB 2024-2029
- Buka Gerakan Aksi Bergizi di SMPN 2 Labuhan Badas, Haji Mo Soroti Penyakit Anemia dan Stunting
- Dikritik Gagal, Program Beasiswa NTB Bang Zul Justru Dipuji Asisten Profesor UK
- Pemkot Mataram Canangkan Bangun Bank Sampah Induk Senilai Rp800 Juta
Penerbangan Udara Perintis adalah pemberian jasa layanan transportasi, di mana ada campur tangan pemerintah yang berbentuk pemberian subsidi karena terjadinya ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran.
“Banyak daerah dengan masalah yang sama menerapkan penerbangan perintis ini. Tapi kita tidak bisa jalan sendiri – sendiri, harus koordinasi secara matang dulu dengan Pemda terkait,” pungkas Minggus. (STA)
