ADVERTORIAL

Wayan Karioka Dukung Uji Materi Kenaikan Pajak Hiburan yang Meroket Hingga 75 Persen

Mataram (NTBSatu) – Calon Legislatif (Caleg) DPR RI Dapil NTB II nomor urut 8, Ir. I Wayan Karioka menyoroti pajak hiburan yang naik tajam, mulai 40 hingga 75 persen. Menurut Karioka kenaikan tajam pajak hiburan sangat tidak masuk akal sehat.

“Naiknya 40 sampai 75 persen. Itu tidak masuk akal sehat,” kata Waka sapaannya, Kamis, 25 Januari 2024.

Pemerintah perlu memahami proses bisnis hiburan tersebut sebelum mengambil sebuah kebijakan. Terlebih lagi pasca pandemi saat ini kondisi lokasi hiburan masih belum stabil seperti biasanya. Bahkan saat masa pandemi lalu, industri hiburan seperti diskotek, klab malam, karaoke dan bar, juga spa dan mandi uap sangat terdampak pandemi.

“Pentingnya, pengambil kebijakan pada sektor riil untuk memahami proses bisnisnya, sebelum mengambil kebijakan,” ujarnya.

Karioka yang merupakan tokoh yang berkarier di dunia pariwisata, mengatakan pajak memang sebuah kewajiban yang harus dibayarkan. Namun besaran pajak harus rasional dan bukan justru mematikan usaha hiburan di tanah air.

“Pajak memang wajib, tapi besarannya perlu rasional terhadap proses bisnisnya. Kalau sampai 75%, ini terkesan sepertinya para pengambil kebijakan tidak paham terhadap proses bisnis,” katanya.

Waka menenkankan bahwa bisnis hiburan sebagai penunjang sektor pariwisata dan berbagai kegiatan di kota-kota besar maupun sedang. Sehingga dengan menaikan pajak hiburan secara tidak rasional justru berpotensi terhadap pengurangan jumlah wisatawan yang berdampak pada sektor pariwisata itu sendiri.

“Bisnis hiburan merupakan penunjang kegiatan lain baik sektor tourisme, maupun berbagai kegiatan di kota-kota besar maupun sedang. Jika naiknya sampai 75 persen ini bisa-bisa berdampak negatif terhadap sektor pariwisata kita,” kata tokoh yang pernah menjabat Managing Director ITDC Mandalika 2019-2020.

Seperti diketahui, bahwa tarif pajak hiburan yang menjadi ketentuan khusus sebagai objek Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Namun, sosialisasi tentang regulasi tersebut tidak berjalan maksimal.

“Jeda dua tahun dari pengesahan UU HKPD di awal tahun 2022 sampai pemberlakuan di awal 2024 ini, ternyata tidak dimanfaatkan oleh Kemenpar sebagai Kementerian yang paling bertanggung jawab terhadap dunia wisata untuk menyosialisasikan UU tersebut. Ini terkesan acuh tak acuh terhadap tupoksi yang terkait masyarakat,” kata Karioka.

Saat ini UU HKPD tengah dilakukan uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan dalam UU HKPD tersebut digugat oleh Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) dkk, yang saat ini tengah berjalan di MK.

Karioka mengatakan sangat mendukung upaya uji materi yang dilakukan para pengusaha hiburan tersebut.

“Baiknya ditinjau ulang, dan sangat mendukung proses yang sedang berlangsung di MK,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah menaikan pajak hiburan tertentu mulai 40 hingga 75 persen. Hiburan yang terdampak seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Itu dikecualikan pada jenis hiburan seperti bioskop, pagelaran musik dan busana, kontes kecantikan hingga pameran. Parameter pengecualiannya tidak juga jelas.

Pemerintah berdalih menaikan pajak hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa karena hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu saja, bukan oleh masyarakat umum. (HAK*)

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button