Mataram (NTBSatu) – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk perkara nomor 141/PUU-XXI/2023, Senin 20 November 2023 kemarin.
Baca Juga: Mantan Ketua PN di Lombok Tengah jadi Pengganti Anwar Usman
Perkara ini menguji kembali ketentuan UU Pemilu yang penetapannya dinilai melanggar konstitusi hanya untuk memuluskan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Berdasarkan surat panggilan sidang yang dikirimkan oleh Kepaniteraan MK yang ditandatangani oleh Panitera MK Muhidin, perkara Nomor 141 yang diajukan oleh Brahma Aryana, mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, kembali disidangkan dengan agenda perbaikan permohonan, sehingga RPH digelar sebagai kelanjutan dari persidangan terdahulu pada Senin pekan lalu.
Berita Terkini:
- Bang Zul dan Miq Iqbal Sepakat Pembukaan WPR Kurangi Pertambangan Ilegal
- Miq Iqbal Paparkan Komitmen soal “Prabowo Vision” dalam Debat Kedua
- Rohmi – Firin Optimis NTB Jadi Lumbung Sumber Aneka Pangan
- Raih Juara 1, Lagu Ciptaan Siswa SMAN 1 Selong Jadi Jingle Nasional
RPH itu membahas kembali pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Susunan persidangan sendiri terdiri dari Suhartoyo sebagai Ketua Hakim, dan dua anggota yang terdiri dari M. Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Dalam sidang itu, Kuasa Hukum Pemohon, Nur Rizqi Khafifah menuturkan dalam tahapan Pemilu 2024, telah terbukti adanya pelanggaran berat etik Hakim Konstitusi dalam hal ini Anwar Usman, terkait penanganan Perkara Putusan Nomor 90 Tahun 2023 yang menjadi dasar terbitnya Peraturan KPU Nomor 23/2023 tentang pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Sah! Suhartoyo Ditetapkan sebagai Ketua Hakim MK Gantikan Anwar Usman
Dijabarkannya, pelanggaran berat etik yang dilakukan Anwar Usman itu menimbulkan ketidakpastian hukum, karena terhadap proses pemeriksaan dan pengambilan Putusan Nomor 90 didasari pada adanya pelanggaran berat Sapta Karsa Hutama. “Pelanggaran berat tersebut, antara lain tidak mengundurkan diri Hakim Terlapor (Anwar Usman, Red) dari proses lima pemeriksaan dan pengambilan Putusan Nomor 90 Tahun 2023.