“Kami menyediakan grey period atau masa transisi selama 2 tahun ke depan. Tapi saya rasa, dengan kebijakan ini akan jauh lebih cepat sih, adaptasi pada hal-hal yang malah mengurangi beban, tidak terlalu merepotkan. Karena yang saya dengar, udah lama sistem ini diinginkan lebih sederhana,” ungkapnya saat peluncuran Permendikbudristek terbaru tersebut, dikutip dalam siaran langsung di Youtube Kemendikbud RI, Minggu, 3 Agustus 2023.
“Setelah masa berlaku akreditasi yang lama selesai, lalu, pindah ke sistem barunya secara natural, organik, terakreditasi atau tidak. Unggul itu sebagai opsi voluntary masing-masing perguruan tinggi,” lanjutnya.
Berita Terkini:
- Sosok Mantan Panglima TNI Try Sutrisno Pengusul Wapres Gibran Diganti
- Mutasi Pejabat Ditunda, Komunikasi Elite Pemprov NTB Dipertanyakan
- Netizen Lancarkan “Serangan” setelah Mobil Damkar Diminta Bayar Parkir saat Bertugas
- Ratusan Mahasiswa Tamsis Bima Bakal Diwisuda, Ada yang Lulus Hanya 3,5 Tahun
Nadiem menambahkan, perguruan tinggi dan prodi yang belum menjalani akreditasi dapat melaksanakannya dengan biaya yang ditanggung pemerintah. Sedangkan perguruan tinggi dan prodi yang ingin meningkatkan status akreditasinya, tambahnya, menanggung biaya akreditasi secara masing-masing.
“Untuk BAN-PT dan LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri) selanjutnya menyadari bahwa tidak lagi menarik biaya ke perguruan tinggi untuk akreditasi wajib, tetapi hanya untuk yang ingin akreditasi Unggul. BAN-PT dan LAM bertanggung jawab untuk menyesuaikan instrumen akreditasi dengan standar baru ini,” tegasnya.
Menurut Nadiem, kebijakan penanggungan biaya akreditasi wajib ini untuk memudahkan perguruan tinggi dengan skala lebih kecil.
“Beban finansial berkurang, terutama untuk perguruan tinggi yang tidak mampu untuk selalu akreditasi setiap prodinya karena biaya sangat tinggi. Sekarang ditanggung negara,” ujarnya. (JEF)