Mataram (NTBSatu) – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka berencana memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian. Yaitu, Kementerian Pendidikan Dasar; Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi; serta Kementerian Kebudayaan.
Pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian ini, bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dalam menangani setiap sektor.
Namun Pengamat Pendidikan Universitas Mataram (Unram), Ahmad Junaidi, Ph.d., menilai langkah ini bisa menjadi pemborosan anggaran dan birokrasi tidak efisien.
“Kemendikbudristek telah banyak mengalami perubahan struktur, dan setiap perubahan itu selalu dirasionalisasi secara normatif. Tapi kegilaan pada perubahan nomenklatur ini tidak berbarengan dengan perubahan substantif,” jelasnya kepada NTBSatu, Kamis, 3 Oktober 2024.
Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unram ini khawatir rencana pemecahan Kemendikbudristek justru akan memperbesar struktur organisasi, tanpa membawa perubahan berarti.
Pemborosan Anggaran
Lebih lanjut, ia menyampaikan kekhawatirannya terkait implikasi dari rencana tersebut terhadap susunan kabinet 2024.
Dengan pemecahan menjadi tiga kementerian baru, Junaidi khawatir akan ada penambahan jumlah menteri yang justru memperlambat kinerja. Serta, memboroskan anggaran negara hingga miliaran rupiah.
“Saya khawatir ini akan sama dengan kabinet 2024. Hanya akan ada kegemukan jumlah menteri, perubahan fisik, dan kelengkapan kementerian yang berujung pemborosan sampai miliaran. Dan yang terpenting, tersendatnya ritme kerja,” jelas Dosen lulusan Universitas Monash, Australia tersebut.
Sejumlah pihak berargumen, bahwa pemecahan ini perlu untuk merapikan berbagai masalah yang timbul selama kepemimpinan Nadiem Makarim.
Namun, Junaidi berpikiran skeptis dan menganggap bahwa pembagian kementerian akan sulit menyelesaikan masalah inti di sektor pendidikan dan riset.
“Argumen lain bisa saja muncul. Pembagian ini untuk merapikan keruwetan di zaman Nadiem. Tapi saya kira ini juga tidak menyelesaikan masalah,” ungkapnya.
Junaidi menegaskan, bahwa solusi harus lebih menyentuh substansi daripada hanya perubahan struktur organisasi.
Perbaikan Direktorat Jenderal
Sebagai alternatif, ia menyarankan pemerintah untuk fokus pada pembenahan internal di tingkat Direktorat Jenderal. Daripada melakukan perubahan besar, yang belum tentu efektif.
“Saran saya, jalankan dengan apa yang ada. Perbaiki di level Direktorat Jenderal. Cukup ada perubahan yang tidak substantif,” pungkasnya. (*)
Berita ini ditulis oleh Moh. Khazani Darunnafis, peserta Magang Jurnalistik Unram di NTBSatu.