Mataram (NTBSatu) – Ratusan calon siswa SMA di Kota Mataram belum mendapatkan sekolah hingga hari ini. Masalah tersebut kembali terulang sejak tahun lalu, setelah Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB zonasi di NTB berakhir.
Masalah itu kembali terjadi akibat jumlah siswa lulusan SMP sederajat yang mendaftar ke SMA, tidak sesuai dengan daya tampung sekolah. Bahkan, pada tahun ini jumlah pendaftar ke SMA meningkat, mencapai 53.000 siswa se-NTB.
Merespons hal tersebut, Pengamat Pendidikan Universitas Mataram (Unram), Ahmad Junaidi, Ph.D., meminta Dinas Dikbud NTB untuk melakukan reformasi besar dalam sistem pendidikan.
Sebab, menurutnya masalah tidak tertampungnya siswa setelah masa PPDB selesai, akibat tidak akuratnya data. Sehingga, perlu perbaikan kuantitas data dan perencanaan efektif yang lahir dari data.
“Masih banyak perlu perbaikan sistem pendidikan kita. Karena masalah tidak tertampungnya siswa ini, saya melihat akibat dua hal. Siswa terlalu banyak berada dalam radius zonasi, atau ada penghuni baru di area itu yang muncul secara fiktik karena masuk ke dalam KK,” jelasnya kepada NTBSatu, Jumat, 12 Juli 2024.
Diagram Voronoi Atasi Masalah PPDB Zonasi
Ia juga mengusulkan penerapan diagram Voronoi, untuk memetakan zonasi ketika PPDB 2025 mendatang. Diagram tersebut untuk melihat sebaran sekolah, sehingga terlihat adanya permasalahan jumlah siswa dan daya tampung yang tak sebanding.
“Dengan diagram Voronoi ini dapat memperhitungkan kekurangan sekolah negeri berada pada titik yang sesuai dengan kepadatan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut. Serta, mempertimbangkan adanya sekolah swasta di zona tersebut,” urai Junaidi.
Hanya saja, penerapan diagram ini tidak serta merta bisa langsung. Perlu, data lapangan yang akurat terlebih dahulu, untuk mewujudkan tujuan zonasi dan meminimalisir masalah yang muncul ketika masa transisi. Termasuk, mengamokomodasi rasa keadilan semua pihak.
“Persiapan penerapan dengan diagram Voronoi juga harus mulai. Dengan menimbang apakah akan membangun sekolah baru, atau membangun kemintraan dengan sekolah swasta,” ujar Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unram ini.
“Serta, dengan melibatkan pihak Dukcapil, BPS dalam melihat data, dan bahkan Inspektorat Daerah untuk menindak pelanggaran,” pungkas Junaidi.