Pelayanan publik yang baik dan transparansi, menurutnya adalah upaya untuk membangun sistem yang berfungsi meminimalisir korupsi, kolusi, nepotisme, pungli, dan suap. Jika sistem pencegahan tidak dibangun dan ditata sedemikian rupa, tindak pidana korupsi di kalangan ASN cepat atau lambat akan terjadi.
“Korupsi tinggal menunggu waktu,” ucapnya.
Selain itu, sambung Adhar, sistem atau pandangan sosial yang cenderung menilai bahwa para ASN maupun pejabat kaya, memiliki banyak harta menjadi pemicu pejabat melakukan praktik korupsi.
“Entah sadar atau tidak, entah itu dipahami atau tidak, sistem sosial kita cenderung menganggap pejabat itu pasti dinilai kaya. Kalau kaya dia otomatis harus banyak membantu orang,” katanya.
Baca Juga:
- PKBI NTB: Bentuk Satgas PPKS, Batalkan Peleburan DP3AP2KB
- Terkendala Undangan, Mutasi Pejabat Pemprov NTB Sore ini Molor
- PKN Soroti Fraksi di DPRD NTB yang “Diamkan” Kisruh DAK
- Kasus Dosen di Mataram Diduga Cabuli Anak Kelas 5 SD Naik Penyidikan
“Sehingga sering kali pejabat menjadi sasaran untuk dimintai angggaran, diajukan proposal. Yang kalau itu tidak diikuti, secara sosial maka akan dihukum,” sambung Adhar.
Faktor terakhir yakni gaya hidup ASN atau pejabat. Perilaku atau gaya hidup individu yang senang membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan yang matang juga termasuk menjadi salah satu faktor yang membuat tindakan korupsi menjamur di kalangan birokrasi.
“Budaya konsumtif mereka menjadi salah satu hal yang memicu adanya tindakan korupsi,” tegasnya.