Selain banyaknya pejabat yang duduk di posisinya karena kedekatan dengan kepala daerah atau terlibat dalam birokrasi rente, faktor lain pejabat terlibat kasus korupsi adalah adanya adagium
“Kekuasaan terlalu kuat cenderung terjadi korupsi,” katanya.
Menurut Adhar, korupsi di kalangan birokrasi harus dimulai dari sebuah konstruksi tersebut.
Di birokrasi, praktik korupsi tidak terlepas dari siapa yang berkuasa, dalam hal ini adalah kepala daerah. Karena semakin bagus suatu sistem di suatu daerah, di birokrasi khususnya, maka korupsi dapat terminimaliisir.
Baca Juga:
- Pensiunan TNI Ditemukan Tewas di Lombok Timur
- Ombudsman NTB Dalami Rentetan Masalah Pelayanan Kesehatan di NTB
- Bank NTB Syariah Umumkan 10 Syarat Calon Komisaris Independen
- Connie Bakrie Serahkan Dokumen Pembubaran PDIP dan Isu Kapolri ke DPP
“Jika ada pertanyaan ‘mengapa terjadi korupsi di kalangan ASN atau pejabat?’, Maka jawabannya adalah bagaimana kepala daerahnya membangun sistem anti korupsi?,” tegasnya.
Karena itu, Adhar menganggap di birokrasi pemerintahan mesti memiliki sistem anti korupsi dengan atau early warning system. Sistem yang mampu memberi pertanda ada indikasi korupsi. Dengan adanya sistem tersebut, kepala daerah mampu memberi respon cepat.
“Nah, apakah sistem itu dibangun oleh setiap kepala daerah?,” tanyanya.
Berikutnya adalah sistem pencegahan. Adhar menyebut, pencegahan tidak boleh luput dari perhatian pemerintah dan harus diprioritaskan. Caranya bisa seperti yang dilakukan Ombusdman. Dengan menggunakan standar pelayanan publik.