Mataram (NTB Satu) – Bukan lagi rahasia bahwa politik birokrasi merupakan salah satu faktor maraknya praktik-praktik koruptif di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Provinisi NTB.
Mantan Kepala Ombudsman RI NTB Dr. Adhar Hakim mengatakan, banyak kepala daerah baik gubernur maupun bupati mengangkat orang-orang yang berjasa untuknya. Apakah tim sukses atau pihak yang mendukungnya selama kontestasi politik dan pilkada.
“Ini yang agak parah,” kata Adhar kepada NTB Satu saat ditanya banyaknya pejabat atau ASN yang terjerat kasus korupsi.
Menurutnya, penempatan orang-orang tertentu dalam struktur birokrasi pemerintahan besar pengaruhnya dalam praktik korupsi di kalangan para pejabat.
Baca Juga:
- Dewan Sayangkan Silang Informasi Pansel Bank NTB Syariah
- Interpelasi DAK 2024: Jalan Terjal Fraksi Pengusul, Tanda Tanya Publik untuk Kubu Penolak
- Lima Siswa SD di Lombok Tengah Diduga Keracunan MBG
- Sesalkan Pernyataan Prof. Asikin, Maman: Audit Investigasi Dulu, Jangan Langsung Bicara Pansel
“Ketika terpilih sebagai kepala daerah, apakah gubernur atau bupati, biasanya diikuti oleh penempatan orang-orang tertentu dalam struktur birokrasinya. Itu berpengaruh terjadinya praktik korupsi,” bebernya.
Fenomena itu disebut Adhar sebagai birokrasi rente. Yaitu setiap jabatan dalam struktur birokrasi diisi karena terlibat dalam praktik politik praktis. Baik sebagai timses atau menjadi “pembantu” bayangan untuk mendukung seseorang memperoleh jabatan sebagai kepala daerah.
Karena itu, jika ada kasus korupsi di struktur pejabat dalam kasus birokrasi rente, kata Adhar, penanganannya hanya sampai ke tingkat kepala dinas. Susah menurutnya jika penangan apalagi penetapan tersangka kasus korupsi sampai kepada kepala daerah.
“Karena memang dalam sistem birokrasi rente ini semaksimal mungkin tidak menciptakan suatu jejak sampai ke tingkat kepala daerah. Padahal hal itu (korupsi, red) bisa jadi untuk kepentingan politik pribadinya (kepala daerah, red),” ungkap Dosen Fakultas Hukum Unram ini.