Hukrim

Hari ini KPK Mulai Periksa Saksi Terkait Dugaan Pencucian Uang Pejabat Kota Bima, Modus Kuasai 15 Paket Proyek?

Mataram (NTB Satu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai agenda mulai hari ini akan melakukan pemeriksaan terhadap puluhan kontraktor Kota Bima.  Pemeriksaan marathon akan meminjam gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB mulai Senin 10 Oktober – 15 Oktober 2022 mendatang. 

Dua diantara rekanan yang dikonfirmasi sebelumnya, membenarkan akan dipanggil KPK sebagai saksi secara bergilir di gedung auditor negara Jalan Majapahit Kota Mataram itu. Terkait materi pemeriksaan, ntbsatu.com  memperoleh gambaran dari NW, pemilik CV. NJ yang turut dipanggil.  Sesuai surat panggilan yang diterima, KPK sedang menyelidiki Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan gratifikasi selama lima tahun, yakni 2018 – 2022. 

IKLAN

Sementara informasi dan data diperoleh ntbsatu.com, dugaan pencucian uang dan gratifikasi terindikasi berkaitan dengan 15 paket proyek yang dikerjakan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut.  KPK mencium ada aliran dana ke pejabat Kota Bima serta keluarganya bersumber dari paket proyek  senilai Rp 32.674.601.345 atau 32 Miliar. 

Proses tender dan pengerjaan paket proyek yang sudah tercantum dalam  postur APBD Kota Bima tahun 2019 itu, diduga sarat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau populer dengan sebutan KKN. Indikasinya, 15 perusahaan tersebut diborong benderanya oleh seorang pengusaha inisial MM  yang mengatur distribusi anggaran melalui salah satu bank di Kota Bima. Bukti setor dan bukti penarikan di bank BUMN tersebut transaksinya masih atasnama yang sama, MM sebagai pemilik PT. RJK.  Sumber menyebutkan, kuat dugaan transaksi tersebut untuk realisasi pembayaran 15 paket proyek tersebut.  

Dari data diperoleh ntbsatu.com,  15 paket proyek sejak tahun 2019 yang disewa MM di antaranya : 

1. CV. CB untuk proyek pengerjaan lampu jalan Kota Bima dengan nilai kontrak Rp1.437.559.559.

IKLAN

2. PT. BLS untuk proyek pengadaan listrik dan PJU Oi Fo’o 2 dengan nilai kontrak Rp 1.188.110.334.

3. PT RJK untuk proyek pengerjaan jalan lingkungan perumahan Oi Fo’o 2 dengan nilai kontrak Rp 10.219.853.916.

4. CV VP untuk proyek pengadaan kendaraan dinas penerangan MUPEN dengan nilai kontrak Rp 787.000.000.

5. CV NJ untuk proyek pengerjaan SPAM Kelurahan Paruga dengan nilai kontrak Rp 571.733.000.

6. CV TE untuk proyek pengerjaan  SPAM Kelurahan Tanjungan dengan nilai kontrak Rp 476.560.000.

7. CV IBM untuk proyek pengerjaan  SPAM Kelurahan Pane dengan nilai kontrak Rp 286.990.000.

8. CV MH untuk proyek pengerjaan SPAM dengan nilai kontrak Rp 384.000.000.

9. CV YN untuk proyek pengerjaan sarana dan prasarana sidang Terra dengan nilai kontrak Rp 562.919.610.

10. BR untuk proyek pengerjaan rehabilitasi jalan Rontu dengan nilai kontrak Rp980.000.000. 

11. CV. ZJ untuk proyek pengerjaan jalan lingkungan perumahan Jati Baru dengan nilai kontrak Rp 1.365.988.017.

12. CV BL  untuk proyek pengadaan listrik dan PJU di Jati Baru dengan nilai kontrak Rp 618.337.178.

13. CV NJ untuk proyek pengerjaan jalan lingkungan Perumahan Oi Fo’o dengan nilai kontrak Rp 5.321.521.292.

14. CV BL untuk proyek pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi Fo’o dengan nilai kontrak Rp 912.444.957.

15. PT RJK untuk proyek pengerjaan pelebaran jalan Nungga – Toloweri CS dengan nilai kontrak Rp 6.750.583.482.

Salah satu transaksi itu terjadi tanggal 3 September 2019. PT. RJK menyetor uang Rp500.000 ke rekening perusahaan sama. Transaksi dengan modus yang sama terjadi  tanggal 4 September 2019 oleh PT. RJK senilai Rp625 juta dengan rekening tujuan yang sama, PT. RJK. Selanjutnya terjadi transaksi di hari yang sama, namun kali ini atasnama individu  MM menyetor ke rekening warga sipil inisial M senilai Rp100 juta. “M ini adalah orang tua dari istri pejabat di Kota Bima,” sebut sumber.

Sebenarnya modus yang sama juga dialami NW pada perusahaannya CV. NJ. Praktinya, bendera perusahaannya hanya dipinjam pakai untuk mengerjakan proyek senilai Rp5,3 Miliar pada rehab rekon pascabanjir berupa pembangunan rumah relokasi korban banjir. Nilai paket pekerjaan itu hanya mampir ke rekeningnya, kemudian diminta untuk ditransfer ke keluarga pejabat. 

“Saya tegaskan, paket itu bukan milik saya. Tapi orang lain. Hanya atas nama perusahaan saya. Yang saya terima hanya bentuk gaji. Selebihnya diserahkan ke keluarga pejabat di Kota Bima,” tegas NW.

Kadiskominfotik Kota Bima, H. Mahfud yang dihubungi ntbsatu.com pagi ini membenarkan ada pemanggilan kontraktor dari Kota Bima oleh penyidik KPK. Pemeriksaan itu diperkirakannya berkaitan dengan pemanggilan Kepala BPBD Kota Bima dan Kepala PUPR Kota Bima sebelumnya.   

“Iya iya, memang ada pemanggilan KPK hari ini. Tapi itu kontraktor saja. Kalau pejabat kan sudah, dua orang itu aja, Pak Kalak dan Kadis PU,” jawab H. Mahfud.  “Selebihnya saya belum bisa kasi keterangan. Kita tunggu perkembangan,” sambungnya. 

Mengenai indikasi transaksi mencurigakan selama lima tahun dari 15 paket proyek, H. Mahfud enggan menanggapi. Ia tidak ingin menjawab soal materi pemeriksaan karena dianggap domain KPK. “Nanti, itu soal materi, biar KPK saja (jelaskan),” tegasnya. 

Sepengetahuan Mahfud, pemeriksaan saat ini hanya berkaitan dengan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan oleh penyidik KPK.  “(Yang saya tahu), kelengkapan dokumen itu saja. Belum sampai ke materi,” tutup Mahfud. 

Ketua KPK Firli Bahuri dikonfirmasi Jumat 7 Oktober 2022 soal rangkaian penyelidikan proyek di Kota Bima, tak menjawab spesifik terkait kasus TPPU. Ia hanya memberi gambaran, bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan atas laporan yang harus ditindaklanjuti. “Mana kala terbukti ada tindak pidana korupsi, maka kita akan tetapkan siapa tersangkanya,” jawab Firli di Mataram. (HAK

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button