Agustina, Putri Pela yang Membawa Semangat Desa ke Panggung Indonesia
Mataram (NTBSatu) – Setelah lulus dari SMAN 1 Monta pada 2021, Agustina sempat tidak menyangka akan menjadi calon guru. Profesi itu tak pernah terlintas di pikirannya. Hingga suatu hari, sang abang menyarankan agar ia melanjutkan studi di STKIP Taman Siswa Bima.
“Saya menyukai dunia IT,” katanya pelan, mengenang awal langkahnya. Ia memang mengikuti saran sang kakak, tapi pilihan program studinya—Pendidikan Teknologi Informasi (PTI)—murni datang dari hati. Sejak itu, jalan hidupnya berubah pelan-pelan.
Kini, empat tahun berselang, gadis dari Desa Pela, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima itu resmi menyandang gelar sarjana pendidikan dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik Program Studi PTI STKIP Taman Siswa Bima Angkatan XXI.
Berasal dari Keluarga Petani, Tak Pernah Lupa Akar
Agustina adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Heri Amalik, seorang petani, dan Siti Nur, ibu rumah tangga yang sederhana. Hidup di keluarga dengan ekonomi pas-pasan membuatnya tumbuh dengan keuletan yang jarang dimiliki anak seusianya.
Ia tahu, pendidikan adalah satu-satunya cara keluar dari belenggu keterbatasan. “Bapak cuma bisa bantu doa dan semangat,” katanya tersenyum. “Selebihnya, saya harus berjuang sendiri,” lanjutnya.
Perjuangan itu bukan kata-kata. Sejak semester awal, Agustina bertahan hidup berkat program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang menanggung biaya pendidikannya. Namun, ia tak mau hanya bergantung pada beasiswa. Ia bekerja paruh waktu agar tak menjadi beban keluarga.
“Selama kuliah, saya cari kerja sampingan. Apa saja yang halal saya jalani,” ujarnya. Antara tahun 2023–2025, ia menjadi petugas sensus BPS. Dari pekerjaan itu, ia belajar menghargai waktu dan arti uang. “Hilangkan gengsi. Manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk investasi masa depan,” pesannya.
Dari Introvert ke Pemimpin Kelas
Hidup Agustina mulai berubah total ketika ia mengikuti Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.
“Awalnya saya introvert, tapi setelah ikut PMM, saya belajar membuka diri,” ujarnya. Di kota budaya itu, ia belajar hidup mandiri, mengenal teman-teman dari berbagai daerah, dan bahkan tampil berbicara di depan umum.
Selain PMM, Agustina juga sempat ikut Program Kampus Mengajar di SDN Pandai, Kecamatan Woha. Ia mengajar anak-anak desa dengan penuh semangat, meski mengaku awalnya gugup. “Anak-anak itu mengajarkan saya arti sabar dan tanggung jawab,” katanya.
Langkah Berikutnya: PPG dan Impian Jadi Guru PNS
Wisuda yang digelar 1 November 2025 menjadi puncak perjalanan panjangnya. Namun, bagi Agustina, ini bukan akhir. Ia kemudian sudah menyiapkan rencana berikutnya: mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan di Nusa Tenggara Barat.
Cita-citanya sederhana tapi dalam: menjadi guru PNS agar bisa membahagiakan orang tuanya. “Kalau saya bisa jadi PNS, itu bukan cuma mimpi saya, tapi juga mimpi bapak dan ibu saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Dari Pela untuk Indonesia
Kisah Agustina bukan sekadar tentang prestasi akademik. Ini tentang bagaimana anak petani dari desa kecil di Bima mampu menembus batas dirinya, dengan kerja keras, keberanian, dan keyakinan bahwa pendidikan bisa mengubah segalanya.
Ia bukan hanya lulusan terbaik, tapi simbol dari ribuan mahasiswa daerah yang membuktikan bahwa kesempatan—sekecil apa pun—bisa tumbuh menjadi cahaya masa depan, jika dirawat dengan tekad dan kejujuran.
“Dulu saya tidak pernah membayangkan akan berdiri di podium wisuda,” katanya menutup pembicaraan. “Tapi saya percaya, Tuhan selalu punya jalan untuk anak-anak yang mau berjuang,” tutupnya. (*)



