Jejak Rohimah Fadla, Anak Penjaga dan Cermin Dedikasi Kampus Merah
Mataram (NTBSatu) – Di tengah keterbatasan, Rohimah Fadla tidak pernah berhenti bermimpi. Putri dari seorang petugas keamanan dan ibu rumah tangga di Desa Leu, Kecamatan Bolo, ini menorehkan prestasi akademik luar biasa.
Ia memperoleh dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,90. Menempatkannya sebagai salah satu wisudawati terbaik STKIP Taman Siswa Bima tahun 2025.
Namun di balik angka itu, tersimpan kisah ketekunan, keberanian, dan perjalanan spiritual seorang anak bangsa yang percaya bahwa ilmu bukan hanya tentang nilai. Tetapi juga tentang pengabdian.
Tumbuh dari Keterbatasan, Berlari dengan Semangat
Latar belakang keluarga sederhana tak membuat Rohimah menyerah. Ayahnya, Sudirman H. Arsyad, bekerja sebagai security. Sementara ibunya, Uci Suciyati merupakan ibu rumah tangga yang selalu menanamkan nilai kerja keras dan kejujuran.
Kesulitan biaya sempat membuatnya ragu bisa menamatkan kuliah. “Pernah khawatir tidak bisa membayar biaya tepat waktu,” ujarnya lirih. Namun doa orang tua dan tekad kuat membuatnya terus melangkah.
Rohimah membuktikan bahwa perjuangan tak mengenal batas. Sejak di bangku sekolah, prestasinya sudah menonjol: juara kelas di MTsN 4 Bima dan SMAN 1 Bolo, serta finalis Olimpiade Matematika tingkat MTs tahun 2017. Di perguruan tinggi, kiprahnya semakin luas — peserta Olimpiade Matematika Nasional di Universitas Jambi (2022), Koordinator Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika, hingga anggota DPM Bidang Kontrol dan Evaluasi (2023).
Kampus Mengajar: Menemukan Makna Pendidik Sejati
Titik balik perjalanan akademiknya terjadi saat mengikuti Program Kampus Mengajar. Mendapatkan tempat di SDN Inpres Lara, Rohimah menghadapi tantangan sesungguhnya: keberagaman karakter siswa, fasilitas terbatas, dan semangat belajar yang naik-turun.
Namun justru di situ ia menemukan jati dirinya. “Melalui program ini, saya belajar hal-hal yang tidak bisa diperoleh di ruang kuliah,” ungkapnya.
Ia menciptakan metode pembelajaran berbasis permainan dan media visual agar siswa lebih aktif. Program “Belajar Sambil Bermain Matematika” yang diinisiasinya bahkan mendapat sambutan hangat dari para guru dan siswa.
Selain mengajar, ia juga membantu penyusunan bahan ajar, memperkuat literasi dan numerasi, serta membina siswa untuk lomba olimpiade matematika tingkat SD.
“Melihat mereka antusias belajar, itu kebahagiaan tersendiri,” katanya dengan mata berbinar.
Dari pengalaman itu, Rohimah belajar arti kesabaran, empati, dan ketulusan. “Kampus Mengajar bukan sekadar tentang mengajar, tapi tentang memahami dan menginspirasi,” ujarnya mantap.
Matematika yang Semula Ditakuti, Kini Dihayati
Ironisnya, Rohimah dulu tidak menyukai matematika. Ia sempat ragu saat orang tuanya menyarankan kuliah di Prodi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima. Namun pandangan itu berubah total setelah ia merasakan atmosfer kampus yang hangat dan inspiratif.
“Saya mulai memahami bahwa matematika bukan sekadar angka dan rumus, tapi tentang logika dan kesabaran dalam memecahkan masalah,” jelasnya.
Kini, ia justru menikmati proses berpikir sistematis dan bangga bisa mengajarkan konsep sulit menjadi mudah dipahami.
Dukungan Kampus yang Menguatkan
Bagi Rohimah, STKIP Taman Siswa Bima bukan hanya tempat belajar, tetapi ruang tumbuh. Ia mengaku mendapat dukungan penuh dari dosen dan lingkungan kampus.
“Dosen-dosen di sini sangat ramah dan membimbing dengan sabar. Saya merasa didukung untuk terus berkembang,” ujarnya.
Spirit inilah yang mencerminkan kontribusi nyata STKIP Tamsis Bima terhadap pembangunan sumber daya manusia di daerah. Kampus ini tidak hanya mencetak sarjana, tapi membentuk pendidik yang memahami nilai pengabdian dan kemanusiaan.
Cita-Cita yang Tak Berhenti di Wisuda
Setelah resmi menyandang gelar sarjana pada 1 November 2025 mendatang, Rohimah bertekad menjadi guru matematika yang menginspirasi siswa agar tidak takut pada pelajaran berhitung.
“Matematika bisa menyenangkan kalau diajarkan dengan hati,” ujarnya tersenyum.
Ia juga berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang magister demi memperkuat kapasitas profesionalnya. “Saya ingin terus belajar agar bisa berkontribusi lebih besar di dunia pendidikan,” katanya optimis.
Di akhir perbincangan, Rohimah menyampaikan harapan sederhana tapi dalam: agar pemerintah memberikan akses lebih luas bagi sarjana muda untuk berkarya dan meningkatkan pemberdayaan pendidikan masyarakat.
“Pendidikan adalah jalan panjang menuju kemajuan bangsa. Saya ingin menjadi bagian kecil dari perubahan itu,” tutupnya. (*)



