Mataram (NTBSatu) – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram menegaskan, isu Mie Gacoan yang mengandung minyak babi adalah tidak benar.
Kepala BBPOM Mataram, Yosef Dwi Irawan Prakarsa memastikan, isu tersebut hanyalah kesalahpahaman akibat video lama yang kembali beredar di media sosial.
Menurutnya, video viral yang menunjukkan penyegelan gerai Mie Gacoan di Tanggerang Selatan itu bukan karena produk mengandung minyak babi. Melainkan izin operasional.
“Isu tersebut tidak benar. Berdasarkan penelusuran kami, kegiatan dalam video itu adalah penyegelan terkait izin operasional. Bukan terkait kehalalan makanannya,” tegas Yosef kepada pada NTBSatu, Rabu, 26 Februari 2025.
Ia juga menjelaskan, video yang beredar tersebut merupakan video pada tahun 2023. “Video tersebut merupakan video lama tahun 2023. Jadi, tidak ada kaitannya dengan kandungan minyak babi,” tambahnya.
Isu yang tidak berdasar ini berpotensi mencoreng nama baik dan reputasi brand tersebut di mata konsumen. Terlebih, Mie Gacoan memiliki satu cabang di Jalan Bung Karno, Pagesangan, Kota Mataram.
Kendati demikian, BBPOM Mataram belum melakukan pengecekan langsung ke cabang tersebut karena masuk dalam kategori pangan siap saji.
Sementara berdasarkan ketentuan pengawasan, pengecekan kategori pangan siap saji oleh pemerintah daerah. Sedangkan BPPOM lebih pada pangan olahan yang terkemas.
“Namun jika diperlukan kami senantiasa siap bersinergi untuk memastikan mutu dan keamanan pangan,” tukas Yosef.
Aturan Peredaran Produk Mengandung Babi
Yosef juga menerangkan, izin edar suatu produk diberikan berdasarkan pemenuhan mutu, keamanan, dan khasiat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Produk yang mengandung babi tetap dapat memperoleh izin edar, asalkan memenuhi syarat label yang jelas.
“Produk yang mengandung babi bisa tetap mendapatkan izin edar, tetapi wajib mencantumkan pada label dengan gambar dan tulisan mengandung babi yang terbaca jelas oleh konsumen. Selain itu, tempat penjualannya juga harus terpisah dari produk yang tidak mengandung babi,” terang Yosef.
Ia menegaskan, aturan ini bertujuan agar konsumen mendapatkan informasi yang jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman terkait status kehalalan produk.
Lebih lanjut, Yosef mengatakan, sertifikat halal menjamin produk tersebut bebas dari kandungan DNA Porcine (babi). Serta, memenuhi prinsip halalan thoyiban, yaitu aman untuk dikonsumsi.
“Halal memastikan bahan baku, proses, dan hasil akhir tidak mengandung DNA Porcine serta thoyiban terkait keamanan produk,” ujarnya.
Yosef mengingatkan, untuk produk non halal yang tidak mencantumkan komposisi serta tidak menyertakan tulisan atau gambar mengandung babi dapat dikenai sanksi. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
“Jika produk non halal tidak mencantumkan keterangan dengan jelas, maka itu merupakan pelanggaran terhadap UU Pangan. Pelaku usaha dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku dan izin edarnya dapat dibatalkan,” pungkasnya. (*)